kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Saham lapis kedua belum tentu murah, simak sejumlah saham pilihan berikut


Selasa, 16 Juli 2019 / 18:01 WIB
Saham lapis kedua belum tentu murah, simak sejumlah saham pilihan berikut


Reporter: Aloysius Brama | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski kerap memberikan return yang tinggi, saham-saham lapis kedua tetap perlu diwaspadai oleh investor. Pasalnya, saham-saham second liner biasanya memiliki risiko yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan saham-saham blue chip.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, saham lapis kedua adalah saham-saham emiten yang bila ditinjau dari struktur permodalan bisa dibilang tak sekuat saham big caps. “Kalau aset dan modal perusahaan tinggi, sekalipun rugi akan lebih minim risikonya ketimbang yang modalnya saja kecil seperti emiten-emiten second liner itu,” kata Wawan, Selasa (16/7).

Meski begitu Wawan tak memungkiri, saham-saham second liner yang masuk dalam indeks Pefindo25 misalnya, beberapa waktu terakhir ini mencetak pertumbuhan yang signifikan. Sejak awal tahun, terpantau indeks ini menguat sebesar 4,99%. Kenaikan indeks Pefindo25 lebih tinggi daripada pertumbuhan IHSG yang hanya sebesar 3,35%.

Menurut Wawan, hal itu tak dapat dilepaskan dari tertekannya saham-saham big caps pada Mei lalu. “Kalau kita mundur, IHSG kan sempat turun cukup dalam waktu Mei lalu. Nah, ini tentu juga menekan saham-saham big caps. Pada rentang inilah saham-saham middle-small mengalami pertumbuhan,” kata Wawan.

Bicara kenaikan harga, Wawan juga agak sangsi bahwa harga saham-saham lapis dua bisa naik lebih tinggi lagi. Wawan mengacu pada kondisi pasar Indonesia yang masih didominasi oleh institusi termasuk fund manager.

Menurut Wawan, para fund manager tidak bisa membeli saham-saham lapis dua dengan jumlah besar. Regulasi OJK yang mengatur bahwa fund manager tidak boleh membeli saham lebih dari 10% dana kelolaan dan maksimal hanya 5% dari modal disetor dan ditempatkan. “Karena kalau fund manager yang duitnya pasti besar membeli saham suatu perusahaan lapis dua, bisa-bisa sama saja dengan akuisisi,” kata Wawan.

Meski begitu strategi investasi yang paling cocok pada saham-saham ini adalah dengan strategi long-term. Maklum, likuiditas kerap menjadi hambatan pada dari saham-saham emiten lapis kedua. “Tidak cocok untuk trading karena pergerakannya kadang cukup menjadi concern,” ujar Wawan. Selain itu, menurutnya, saham-saham emiten tersebut juga cocok sebagai opsi diversifikasi investasi bagi para investor.

Senada dengan Wawan, analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan likuiditas menjadi satu hal yang harus diperhatikan selain kinerja emiten. “Akan lebih bagus jika membeli saham yang lagi dalam tren kenaikan atau perhatikan momentum teknikal,” kata Sukarno.

Secara valuasi, Sukarno mengatakan tidak semua saham-saham small caps bisa dikatakan murah. Sukarno mencatat setidaknya hanya beberapa saham saja yang memiliki valuasi menarik. Antara lain WTON dengan PE 10,82 kali dan PE industri 56 kali, WEGE dengan PE 7,58 kali dan PE industri 15,34 kali, KBLI dengan PE 7,47 kali dan PE industri 15,34 kali, TOTL dengan PE 9,09 kali dan PE industri 15,34 kali dan BEST dengan PE 7,45 kali dan PE Industri 740 kali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×