Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan saham-saham konglomerasi dalam satu bulan terakhir cenderung memerah. Misalkan saja di grup Astra, yang berhasil menguat dalam satu bulan terakhir hanya saham PT Astra International Tbk (ASII) yang naik 6,72% ke level Rp 3.970 pada penutupan perdagangan Rabu (20/5).
Kemudian di grup Lippo, saham yang menguat antara lain saham PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) yang naik 20,22% ke level Rp 440, saham PT Siloam International Tbk (SILO) yang menguat 10% ke level Rp 5.500 dan saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang menguat 2,14% ke level Rp 143.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, pergerakan harga saham konglomerasi cenderung melemah karena pasar lebih melihat proyeksi kinerja di kuartal II-2020. Hampir semua kinerja emiten bakal tertekan akibat dampak Covid-19 yang berujung pada pelemahan ekonomi di dalam negeri sejak Maret 2020.
Baca Juga: Di tengah penurunan pasar, analis menyebut saham grup Astra dan Salim masih bagus
Wawan menjelaskan dampak ini lebih dirasakan secara sektoral. Sehingga dengan kondisi saat ini justru konglomerasi menjadi lebih rentan mengalami gangguan. "Dengan pandemi seperti ini, justru yang terdiversifikasi secara operasional terganggu, lebih sulit, lebih kompleks untuk efisiensi karena banyaknya bidang usaha menjadi lebih sulit kontrolnya," kata Wawan kepada Kontan.co.id, Jumat (22/5).
Meski begitu, beberapa sektor diprediksi tetap bisa bertahan seperti telekomunikasi, rumahsakit dan barang konsumer. Maka bila dilihat saat ini, saham SILO mengalami penguatan. Begitu pula dengan saham PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) yang menguat 3,37% ke level Rp 920 dan saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) yang menguat 0,97% ke level Rp 1.045. Ditambah lagi kinerja TBIG dan TOWR pada kuartal I-2020 cukup solid dengan mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba.
Pendapatan TOWR tercatat tumbuh 22,81% menjadi Rp 1,82 triliun dan diikuti kenaikan laba bersih 9,84% menjadi Rp 518,96 miliar. Pendapatan TBIG juga naik 8,83% dari Rp 1,13 triliun menjadi Rp 1,26 triliun, diikuti kenaikan laba bersih sebesar 2,22% dari Rp 218,06 miliar menjadi Rp 228,54 miliar.
"Dengan peningkatan kapasitas kebutuhan data, mereka akan diuntungkan jangka pendek, menengah bahkan panjang. Pandemi ini mengubah tatanan cara berkomunikasi," kata Wawan.
Baca Juga: Kinerja Emiten Konglomerasi Ikut Tertekan, tapi Ada yang Bisa Jadi Pilihan
Proyeksi tekanan di kuartal II-2020 juga menyebabkan saham grup Salim cenderung merah kecuali saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indoritel Makmur International Tbk (DNET) yang masing-masing menguat 3,21% dan 2% dalam sebulan. Padahal, grup Salim banyak bergerak di bisnis barang konsumer. Wawan menyebut, kondisi saham grup Salim ini terimbas oleh penutupan ratusan gerai oleh KFC.
Untuk sektor barang konsumer ini, meski diprediksi bisa bertahan, Wawan mengatakan tetap saja sangat tergantung katalis positif dari penghentian pembatasan sosial. Dus, new normal sebenarnya bisa menjadi katalis positif. Hanya saja Wawan melihat ketidakpastian saat ini masih tinggi karena meski new normal sudah berlaku, kasus penularan Covid-19 belum dapat dipastikan melandai.
Meski diprediksi kinerja kuartal II-2020 bakal tertekan, Wawan berharap laporan keuangan emiten nantinya tidak lebih buruk dari perkiraan pasar. Sehingga IHSG akan bergerak di level 4.500 -4.700. Dengan begitu, Wawan menyarankan investor jangka panjang dengan waktu investasi lebih dari 10 tahun bisa mulai masuk ke saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News