Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan Agustus 2018 yang masih membukukan defisit US$ 1,02 miliar, mendorong pemerintah untuk menaikkan porsi ekspor Tanah Air. Salah satu kesempatan yang dilirik Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita adalah, dengan mendorong ekspor di sektor tekstil.
Apalagi, sektor tekstil merupakan penyumbang devisa terbesar ketiga saat ini, setelah ekspor minyak kelapa sawit (CPO), dan sektor pariwisata. Sehingga, upaya perbaikan neraca perdagangan bisa turut membantu menekan pelemahan nilai tukar rupiah.
Menurut Mendag, salah satu komoditas ekspor industri manufaktur yang sangat mungkin meningkat adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), di mana peningkatan ekspor ke Amerika Serikat (AS) dan Australia bisa mencapai 20%-25%.
Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki menilai, akan sangat bagus jika pemerintah bisa membantu industri tekstil lokal untuk ekspor ke Amerika Serikat dan Australia.
Namun, jika dilihat dari sisi pergerakan saham, sektor tekstil masih cenderung bergerak sideways.
"Kalau untuk investasi, saya belum bisa menyarankan kapannya (bisa masuk), karena masih banyak sektor lain yang lebih menarik," kata Achmad kepada Kontan, Selasa (18/9).
Namun, untuk trading atau investasi jangka pendek, Achmad menilai sektor tekstil masih memungkinkan untuk dilirik. Sedangkan untuk investasi jangka panjang, sektor tersebut dianggap masih belum terlalu menarik dan pergerakan harganya cenderung masih sideways.
Sebagai informasi, pergerakan indeks saham PT Pan Brothers Tbk (PBRX) dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) melonjak pada perdagangan kemarin. Ini karena, sektor tekstil cukup memiliki andil dalam menopang neraca perdagangan ke level defisit yang lebih dalam.
"Secara segmentasi PBRX memiliki porsi ekspor ke Australia dan AS, yang lebih besar dibandingkan SRIL yang memiliki porsi ekspor lebih besar ke Asia dan Eropa," jelas Achmad.
Sedangkan untuk prospek saham PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY), Achmad menyarankan hanya untuk trading. Mengingat, fundamental emiten tersebut masih belum cukup bagus.
"Mayoritas penjualannya masih di domestik," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News