Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Yudho Winarto
Sentimen Pasar: Suku Bunga dan Perang Dagang
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Adityo Nugroho, menilai bahwa sentimen pasar saat ini kurang kondusif, baik dari dalam maupun luar negeri.
Menurutnya, tekanan terhadap IHSG kemungkinan akan berlanjut hingga Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan dari level 5,75%.
“Penurunan BI Rate berpotensi mengembalikan optimisme pasar,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (28/2).
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, menambahkan bahwa penurunan signifikan saham-saham BUMN dipicu oleh arus keluar dana asing.
Kondisi ini diperburuk oleh faktor eksternal, seperti rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang akan kembali mengenakan tarif 10% terhadap China.
"Rencana tersebut meningkatkan kekhawatiran investor terhadap potensi perang dagang," jelasnya. Selain itu, penurunan peringkat Indonesia oleh MSCI turut memberikan tekanan tambahan pada pasar saham domestik.
Dampak BPI Danantara dan Prospek Saham BUMN
Menurut Ekky, kehadiran BPI Danantara seharusnya memberikan sentimen positif jika dikelola dengan baik.
Namun, dengan dominasi arus keluar dana asing serta meningkatnya kekhawatiran investor, dampaknya belum terasa secara signifikan.
Ia melihat bahwa beberapa faktor masih bisa menjadi pendorong perbaikan kinerja saham BUMN, seperti momentum Ramadan serta pembagian dividen dalam waktu dekat.
Sebaliknya, sentimen negatif masih datang dari penurunan peringkat MSCI, ketidakpastian perang dagang, dan pelemahan nilai tukar rupiah.
Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, menilai bahwa secara fundamental, kinerja keuangan emiten BUMN masih kuat. Namun, sejumlah isu domestik menekan pergerakan harga saham.
Salah satunya adalah kekhawatiran investor terhadap transparansi program BPI Danantara dalam mengelola dana investasi.
“Program-program lain, seperti penghapusan utang UMKM dan pemangkasan anggaran proyek IKN, juga menjadi perhatian investor asing,” katanya.
Indy menilai bahwa sektor perbankan dan energi berpotensi mencatatkan kinerja lebih baik dibanding sektor lainnya. Untuk sektor perbankan, pertumbuhan kredit yang lebih tinggi serta penurunan suku bunga acuan menjadi katalis positif.
Sedangkan sektor energi berpotensi mendapat manfaat dari ketidakpastian kebijakan AS yang dapat mendorong volatilitas pasar global.
Indy merekomendasikan saham ANTM dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS), dengan target harga masing-masing Rp 1.800 per saham dan Rp 1.725 per saham.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham TAPG dan DSNG Usai Cetak Kinerja Positif di 2024
Faktor Penentu Perbaikan Saham BUMN
VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, menjelaskan bahwa pelemahan saham BUMN dipicu oleh beberapa faktor, seperti rilis kinerja tahun 2024 yang di bawah ekspektasi pasar, arus keluar dana asing, kebijakan pemangkasan anggaran pemerintah, serta kondisi ekonomi makro yang tidak stabil.
“Investor juga masih menunggu rilis laporan keuangan kuartal I 2025, yang bisa menjadi momentum rebalancing bagi emiten yang masih menunjukkan fundamental kuat,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (2/3).
Audi mencatat bahwa sektor keuangan dan infrastruktur mengalami koreksi terdalam secara YTD. Misalnya, PTPP turun 31,5%, SMGR turun 29%, dan BBTN melemah 26,7%.
Selain itu, revisi peringkat MSCI Indonesia menjadi underweight turut menekan emiten BUMN yang tergabung dalam indeks tersebut, seperti BMRI, BBRI, TLKM, dan BBNI.
“Saham BUMN bisa berbalik arah jika stabilitas ekonomi domestik membaik, BI menurunkan suku bunga, serta ketegangan perdagangan AS-China mereda,” katanya.
Audi merekomendasikan beli untuk saham BMRI, ANTM, dan TLKM, dengan target harga masing-masing Rp 5.800, Rp 1.900, dan Rp 2.830 per saham.
Selanjutnya: Investasi Asuransi Jiwa Tembus Rp 541 Triliun, Surat Berharga Negara Mendominasi
Menarik Dibaca: Jadwal Buka Puasa 2 Maret 2025 untuk Wilayah Jogja dan Sekitarnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News