Reporter: Dityasa H Forddanta, Elisabet Lisa Listiani Putri, Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar modal domestik belum kondusif. Kecemasan terhadap masa depan perekonomian global, pelemahan rupiah, hingga kondisi keamanan dan politik nasional masih menghantui pasar.
Tapi bukan berarti hal itu menjadi alasan untuk keluar dari pasar saham. "Yang benar itu berserah, bukan menyerah," ujar investor saham, Sem Susilo kepada KONTAN, Minggu (3/6).
Kenaikan suku bunga BI juga bukan penghambat pertumbuhan ekonomi. Ini merupakan instrumen untuk menjaga keseimbangan ekonomi. Sem menilai, waspada boleh, tapi jangan terlalu pesimistis. "Pasar kita masih punya potensi. Tinggal disesuaikan dengan gaya trading atau investasi masing-masing," kata dia.
Momen saat ini justru menjadi peluang investasi. Trader bisa mengincar saham yang masih berpotensi naik dan memberi profit. Untuk investor jangka panjang, saatnya mengoleksi saham berkualitas dengan risiko rendah dengan harga murah. "Bukan saat terbang baru dikejar, tapi beli saat turun. Sektor properti dan konstruksi sudah sangat murah," ungkap Sem.
Investor kawakan Lo Kheng Hong (LKH) juga menilai ada beberapa saham yang layak koleksi. Dia mengistilahkan saham itu salah harga. Dengan volatilitas pasar, LKH justru mengakumulasi beli saham.
"Kalau saya masih terus membeli. Di level IHSG 6.000 masih ada sedikit saham yang salah harga, tapi ketika IHSG turun, perusahaan yang bagus dan murah bertambah banyak," ungkap LKH kepada KONTAN, Kamis (31/5) lalu. Saham yang salah harga ini bukan hanya blue chip, tapi juga ada saham lapis kedua atau second liner.
Tapi, LKH mengingatkan, ada beberapa hal yang perlu dicermati sebelum masuk saham yang salah harga. Pertama, pertimbangkan tata kelola (GCG) emiten, apakah emiten dikelola orang jujur dan berintegritas. "Bagi investor, jika perusahaan dikelola orang tidak jujur, maka akan sangat mengerikan," imbuh dia.
Sementara investor lain, Irwan Ariston Napitupulu, menyarankan investor sebaiknya memisahkan rekening saham yang dipakai, yakni untuk investasi dan untuk trading. Saat ini, dia tertarik berinvestasi di saham sektor perbankan dan infrastruktur.
Investor berpengalaman lainnya, Benny Tjokrosaputro, juga terus membidik saham. "Saya suka perusahaan yang murah dengan PER rendah, kalau bisa sih blue chip," kata dia, Kamis (31/5) lalu. Selain PER, hal penting yang menjadi pertimbangan Benny adalah fundamental emiten.
Beberapa sektor juga menjadi menarik dengan melemahnya rupiah, seperti perusahaan yang memiliki basis ekspor komponen. Selain itu, beberapa saham sektor konsumer dan properti masih punya peluang bagus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News