Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari Kamis (26/6).
Mengutip data Bloomberg, rupiah spot ditutup di level Rp 16.209 per dolar AS. Rupiah menguat 0,56% dibandingkan level penutupan kemarin, Rabu (25/6) yang di level Rp 16.300 per dolar AS.
Sementara itu, mengutip Reuters, nilai tukar dolar AS merosot ke posisi terendah dalam beberapa tahun terhadap euro dan franc Swiss pada Kamis, dipicu kekhawatiran pasar terhadap potensi intervensi politik dalam kebijakan moneter AS.
Sentimen negatif ini memperburuk kepercayaan terhadap independensi Federal Reserve (The Fed).
Baca Juga: Rupiah Spot Melemah 0,65% ke Rp 16.505 per Dolar AS pada Senin (23/6) Siang
Menurut laporan Wall Street Journal, Presiden AS Donald Trump tengah mempertimbangkan untuk mengganti Ketua The Fed Jerome Powell pada September atau Oktober mendatang.
Langkah ini dinilai bertujuan melemahkan posisi Powell yang kerap berbeda pandangan dengan Trump, terutama soal kebijakan suku bunga.
"Pasar kemungkinan akan bereaksi keras terhadap upaya untuk mengganti Powell, apalagi jika terlihat bermuatan politis," ujar Kieran Williams, Kepala Asia FX di InTouch Capital Markets.
Ia menambahkan bahwa tindakan semacam itu bisa merusak kredibilitas dan independensi The Fed, serta memicu penyesuaian ekspektasi pasar terhadap suku bunga dan posisi dolar.
Baca Juga: Kurs Rupiah Tembus Rp 16.400 Per Dolar AS, Kamis (19/6) Karena Peningkatan Risiko
Pernyataan Trump yang menyebut Powell sebagai sosok "buruk" karena tidak menurunkan suku bunga secara agresif menambah tekanan.
Di sisi lain, Powell dalam kesaksiannya di hadapan Senat menegaskan bahwa kebijakan moneter perlu tetap hati-hati, terutama karena risiko inflasi akibat rencana tarif dari pemerintah.
Pasar merespons dengan menaikkan probabilitas penurunan suku bunga The Fed pada pertemuan Juli menjadi 25%, naik dari 12% sepekan sebelumnya. Ekspektasi total penurunan suku bunga hingga akhir tahun juga meningkat menjadi 64 basis poin, dari 46 basis poin pada pekan lalu.
Meski demikian, analis pasar Tony Sycamore dari IG memperkirakan dolar masih berpotensi menguat dalam jangka pendek seiring dengan arus penyeimbangan akhir bulan dan kuartal.
Namun untuk saat ini, dolar mengalami tekanan luas. Euro naik 0,4% ke level US$1,1710, tertinggi sejak September 2021, meskipun kemudian kembali turun ke
US$ 1,1680. Poundsterling menguat 0,3% ke US$ 1,3723, tertinggi sejak Januari 2022.
Terhadap franc Swiss, dolar turun ke level terendah dalam lebih dari satu dekade di 0,80255. Franc juga mencatat rekor tertinggi terhadap yen di 180,55. Dolar melemah 0,4% terhadap yen menjadi 144,57, sementara indeks dolar jatuh ke posisi terendah sejak awal 2022 di level 97,265.
Baca Juga: Rupiah Spot Dibuka Melemah di Level Rp 16.363 terhadap Dolar AS, Kamis (19/6)
Selain itu, kebijakan tarif pemerintahan Trump kembali menjadi perhatian pasar menjelang tenggat kesepakatan perdagangan pada 9 Juli.
JPMorgan memperingatkan bahwa tarif yang tidak terkoordinasi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi AS dan meningkatkan risiko inflasi. Dalam laporan terbaru, JPMorgan memperkirakan peluang resesi AS kini mencapai 40%.
“Risiko guncangan negatif semakin meningkat, dan kami memproyeksikan tarif AS akan terus naik,” tulis para analis JPMorgan. Mereka juga mencatat bahwa perkembangan ini berpotensi mengakhiri fase “keistimewaan” ekonomi AS.
Isu meredupnya status dolar sebagai mata uang cadangan global dan aset lindung nilai utama menjadi tema sentral dalam tren pelemahan dolar dalam beberapa bulan terakhir.
Sebaliknya, euro menjadi salah satu mata uang yang diuntungkan, di tengah ekspektasi peningkatan investasi di sektor pertahanan dan infrastruktur di Eropa yang diprediksi akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut.
Selanjutnya: Promo KJSM Tip Top 26-29 Juni 2025, Minyak Goreng dan Nugget Lebih Murah
Menarik Dibaca: Mothercare Kembangkan Portofolio Eksklusif, Bugaboo Butterfly 2 Masuk Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News