Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah ditutup menguat pada akhir perdagangan Jumat (7/6). Pekan depan, pergerakan rupiah akan disetir berbagai data penting terutama yang menjadi petunjuk bagi keputusan suku bunga.
Mengutip Bloomberg, Jumat (7/6), rupiah spot ditutup di level Rp 16.196 per dolar Amerika Serikat (AS). Secara harian, rupiah spot terpantau menguat sekitar 0,41% dari posisi kemarin Rp 16.263 per dolar AS. Dalam sepekan, rupiah spot naik sekitar 0,35% dari posisi akhir pekan lalu Rp 16.253.
Sementara, rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) ditutup pada level Rp 16.218 per dolar AS di Jumat (7/6). Nilai rupiah Jisdor menguat sekitar 0,37% dari sehari sebelumnya yang berada di Rp 16.279 per dolar AS. Dalam sepekan, rupiah Jisdor naik 0,20% dari posisi akhir pekan lalu Rp 16.251 per dolar AS.
Baca Juga: Pergerakan Rupiah Pekan Depan Disetir Keputusan Soal Suku Bunga The Fed
Pada Rabu (5/6), Rupiah sempat anjlok ke Rp 16.287 per dolar AS yang merupakan posisi terlemah sejak April 2020 atau dalam 4 tahun terakhir. Namun rupiah di perdagangan hari lainnnya dalam tren naik, walau dalam rentang terbatas.
“Rupiah mencatat penguatan di akhir perdagangan pekan ini setelah mengalami tekanan yang cukup dalam,” jelas Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, Nanang Wahyudin kepada Kontan.co.id, Jumat (7/6).
Menurut Nanang, rupiah rebound karena sentimen positif dari Bank Sentral Eropa (ECB) yang memangkas suku bunga acuan untuk pertama kali sejak 2019. Ditambah dengan kabar domestik terkait posisi cadangan devisa yang naik pertama kali setelah 4 bulan berturut-turut longsor, sehingga menjadi penopang bagi rupiah.
Penguatan rupiah juga didukung oleh optimisme di pasar obligasi domestik, di mana mayoritas kurva yield bergerak menurun. Imbal hasil tenor 10 tahun terkikis turun ke 6,90%, tenor 2 tahun masih naik ke 6,589%, yield 5 tahun tergerus ke 6,85%.
Nanang menambahkan, koreksi dolar AS turut andil di balik penguatan rupiah hari ini seiring penantian terhadap publiasi angka ketenagakerjaan di Jumat (7/6) malam. Data baru ketenagakerjaan AS sangat ditunggu para pelaku pasar untuk memperhitungkan peluang penurunan bunga The Fed tahun ini.
“Bila prediksi pelaku pasar itu akurat, laporan nanti malam akan memperkuat pandangan bahwa perekonomian terbesar di dunia itu tengah melambat dari laju pertumbuhan yang kuat seperti tahun lalu. Namun, perlambatan itu tidak cukup banyak hingga membuat The Fed bergegas menurunkan bunga acuan,” jelas Nanang.
Pengamat Mata Uang Ariston Tjendra menilai, secara keseluruhan rupiah masih berkonsolidasi terhadap dolar AS. Rupiah masih sulit menguat tajam, meskipun pada akhirnya bisa ditutup menguat di akhir pekan.
Ariston memandang, hal itu karena pasar masih meragukan kebijakan pemangkasan suku bunga acuan AS, setelah risalah rapat kebijakan terakhir yang memperlihatkan para pejabat The Fed membuka peluang kenaikan suku bunga bila inflasi naik lagi tahun ini.
Baca Juga: Perkasa, Rupiah Spot Ditutup Menguat 0,41% ke Rp 16.196 Per Dolar AS Pada Jumat (7/6)
Karena kebijakan suku bunga acuan the Fed ini terkait erat dengan potensi inflasi AS ke depan, maka pergerakan naik turun dolar AS terhadap nilai tukar lainnya sangat bergantung dengan data-data ekonomi penting AS seperti data tenaga kerja, data kondisi sektor manufaktur dan jasa, data perumahan, data PDB dan terutama data yang berkaitan dengan harga-harga atau inflasi.
“Kebetulan pekan ini data tenaga kerja AS yang dirilis di Rabu dan Kamis malam lebih lemah dari perkiraan pasar, sehingga dolar AS bergerak melemah,” kata Ariston saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (7/6).
Ariston melanjutkan, selanjutnya pasar menunggu data penting lainnya yaitu data tenaga kerja versi pemerintah AS, mulai dari data Non Farm Payrolls, data tingkat pengangguran, serta data pertumbuhan upah rata-rata per jam. Untuk pekan depan, inflasi konsumen AS bulan Mei di Rabu (12/6) malam, pengumuman suku bunga acuan AS di Kamis (13/6) dini hari akan menjadi fokus pasar.
Pergerakan rupiah terhadap dolar AS akan bergantung pada hasil dari data-data tersebut. Indikasi wait and see kebijakan pemangkasan suku bunga dan apabila data CPI tidak menunjukkan penurunan, maka dolar AS bisa menguat lagi dan sebaliknya.
“Karena minggu depan banyak data penting, volatilitas akan besar dan juga arah rupiah-dollar masih sangat bergantung pada hasil sehingga potensi melemah dan menguat masih seimbang,” imbuh Ariston.
Baca Juga: Berotot, Rupiah Spot Dibuka Menguat ke Rp 16.239 Per Dolar AS Pada Hari Ini (7/6)
Nanang melihat, awal pekan depan, pasar akan bereaksi terlebih dahulu atas hasil data ketenagakerjaan Amerika. Bila data membaik maka dolar menguat, imbasnya rupiah akan kembali testing high level Rp 16.300.
Selain itu juga, pasar global akan memperhatikan bagaimana angka inflasi konsumen Amerika yang diperkirakan turun. Bila sesuai perkiraan, maka jadi momentum rupiah untuk menguat ke level Rp 16.000, dan bahkan bisa di bawah Rp 16.000.
Namun demikian, dengan tidak mengesampingkan rapat pertemuan The Fed, yang hampir dipastikan Fed tidak akan merubah suku bunganya. Pasar akan memperhatikan bagaimana pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell pasca rilisan data ketenagakerjaan dan inflasi.
“Apakah sinyal pelonggaran makin santer dihembuskan, dan ini dapat memberi angin baik buat rupiah, dimana potensi pelemahan dolar nantinya,” sebut Nanang.
Nanang memproyeksi Rupiah akan berada dalam zona Rp 16.040 – Rp 16.250 per dolar AS di perdagangan pekan depan.
Sementara, Ariston memperkirakan rupiah akan bergerak dalam rentang antara Rp 15.950 – Rp 16.300 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News