Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan awal pekan, Senin (4/11). Meningkatnya ketidakpastian politik jelang Pilpres AS menjadi faktor penekan mata uang garuda.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencermati, pelemahan rupiah terhadap dolar AS sudah terjadi sejak sesi pembukaan perdagangan Senin (4/11). Tekanan bagi rupiah akibat kekhawatiran terkait inflasi AS, serta ketidakpastian politik terkait pilpres.
Di tengah sesi, pelemahan rupiah sedikit tertahan karena merespons kabar meredanya ketidakpastian politik seiring menurunnya potensi kemenangan Donald Trump. Namun demikian, rupiah masih cenderung bergerak melemah pada sesi kedua hingga akhirnya ditutup melemah terhadap dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Jisdor Melemah 0,18% ke Rp 15.751 Per Dolar AS Pada Senin 4 November 2024
Alhasil, rupiah spot ditutup melemah sekitar 0,13% secara harian ke level Rp 15.752 per dolar AS pada Senin (4/11). Sedangkan Rupiah di Jisdor Bank Indonesia (BI) juga ditutup melemah sekitar 0,18% secara harian ke level Rp 15.751 per dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi melihat, Trump dan Harris bersaing ketat menjelang pemungutan suara berdasarkan jajak pendapat terbaru. Jajak pendapat terkini menunjukkan Harris memiliki basis pendukung perempuan yang kuat, sementara Trump sebagian besar disukai oleh pria kulit putih muda.
Adapun pemungutan suara pilpres AS akan ditetapkan pada Selasa (5/11). Hasil pilpres yang sulit ditentukan tersebut pada akhirnya menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan global.
Di samping itu, dolar lebih kuat karena pelaku pasar mengambil beberapa isyarat positif dari pembacaan penggajian non pertanian AS atau Non Farm Payroll (NFP) yang lebih lemah dari perkiraan pada hari Jumat lalu.
Bureau of Labor Statistics (BLS) AS melaporkan bahwa NFP AS naik sebesar 12.000 pada bulan Oktober (terlemah sejak 2020), dan jauh dari ekspektasi pasar 113.000.
Ibrahim menuturkan, data NFP tersebut semakin memperkuat taruhan bahwa pasar tenaga kerja yang mendingin akan membawa lebih banyak pemotongan suku bunga dari Federal Reserve. Para ekonom memperkirakan Federal Reserve AS akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) di pertemuan 6-7 November mendatang.
“Para investor bersiap menghadapi kemungkinan perubahan arah minggu ini bagi ekonomi global saat Amerika Serikat memilih pemimpin baru, dan kemungkinan akan memangkas suku bunga lagi dengan implikasi besar terhadap imbal hasil obligasi,” ujar Ibrahim dalam risetnya, Senin (4/11).
Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 15.753 Per Dolar AS Pada Hari Ini 4 November
Tak hanya faktor global, Ibrahim menilai, pelemahan rupiah karena pelaku pasar merespons negatif rilis data Purchasing Managers Indeks (PMI) Manufaktur Indonesia bulan Oktober 2024 yang masih berada di level kontraksi 49,2 sama seperti bulan sebelumnya. PMI tersebut telah menunjukkan kontraksi sejak Juli 2024, dimulai dari level 49,3, dan menurun lebih jauh ke 48,9 pada Agustus.
Hasil tersebut membuat sektor manufaktur nasional telah mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut. Penurunan kinerja manufaktur ini disebabkan oleh rendahnya aktivitas pasar, yang dalam beberapa kasus dipengaruhi oleh ketidakpastian geopolitik.
Kendati demikian, Ibrahim memperkirakan rupiah kemungkinan bakal berbalik menguat terhadap dolar AS di perdagangan Selasa (5/11). Kurs rupiah diproyeksi fluktuatif, namun ditutup menguat di rentang Rp 15.690 – Rp 15.770 per dolar AS.
Sementara, Josua memperkirakan rupiah akan cenderung melemah terbatas di kisaran Rp 15.725 – Rp 15.825 per dolar AS di perdagangan Selasa (5/11). Hal itu sejalan dengan proyeksi melambatnya data PDB Indonesia kuartal ketiga yang bakal dirilis besok siang.
“Para investor juga akan cenderung menunggu hasil dari Pemilu AS dan FOMC, sehingga depresiasi rupiah diperkirakan juga akan terbatas,” kata Josua kepada Kontan.co.id, Senin (4/11)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News