Reporter: Yasmine Maghfira | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar AS menguat, kurs rupiah kembali melemah tipis. Perundingan perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) pekan lalu, kembali membuat pelaku pasar ragu. Penyebabnya adalah pernyataan China yang mengklaim pihaknya masih mempelajari dan belum mentandatangani perjanjian itu. Hal ini kemudian berdampak pada mata uang garuda.
Rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 14.166 per dolar AS, melemah 0,18% dari sehari sebelumnya yang ada di Rp 14.140 per dolar AS.
Sementara itu, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), kurs tengah rupiah melemah tipis 0,10% ke level Rp 14.140 per dollar AS pada perdagangan Selasa (15/10).
Ekonom Bank BCA David Sumual mengungkapkan, pernyataan China bahwa mereka masih mempelajari perjanjian dengan AS membuat pelaku pasar kembali ragu pada kesepakatan kemarin. Terlebih lagi, China masih akan mungkin merevisi beberapa poin yang belum mereka setujui.
"Walaupun Trump menyatakan AS dan China sudah sepakat secara parsial dan belum semuanya, tapi pasar kembali ragu karena China mengatakan masih mempelajari," ujar David kepada Kontan.co.id, Selasa (15/10).
Baca Juga: Pukul 14.00 WIB, rupiah di pasar spot makin melemah ke level Rp 14.155 per dolar AS
Di sisi lain, David mengatakan ketidakpastian China yang mengklaim masih mempelajari ini semakin membuat pasar berhati-hati susulan pernyataan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin yang menyampaikan pada 15 Desember mendatang AS berpotensi mengenakan tarif impor baru tersebut. Dengan kondisi jika kedua negara tidak mencapai kesepakatan perang dagang.
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim juga menilai meskipun pasar pada awalnya menyambut kesepakatan perdagangan tahap awal antara Amerika Serikat dan China, kurangnya rincian hasil kesepakatan keduanya membuat banyak investor berhati-hati.
Ibrahim juga menilai China ingin lebih banyak pembicaraan segera setelah akhir Oktober untuk menuntaskan rincian kesepakatan tahap awal ini sebelum Presiden China Xi Jinping setuju untuk menandatanganinya. Tindakan China itu yang membuat pasar masih mewaspadai negosiasi perang dagang antara kedua negara tersebut.
Sentimen eksternal lain yang menyebabkan dolar masih menguat ialah tentang perizinan yang didapatkan AS dari WTO. Tepatnya, World Trade Organization (WTO) resmi mengizinkan AS mengenakan tarif impor hingga US$ 7,5 miliar terhadap barang-barang Uni Eropa, setelah keputusan arbiter kasus subsidi untuk Airbus. Ibrahim menilai sentimen tersebut turut berperan pada penguatan dollar AS.
Di dalam negeri, sentimen yang membuat rupiah kembali melemah, yaitu pengumuman Badan Pusat Statistik yang menyampaikan bulan September 2019 neraca dagang Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 160,5 juta. Sedangkan, sepanjang tahun berjalan terjadi defisit US$ 1,95 miliar.
Ibrahim mengungkapkan meski neraca perdagangan Indonesia defisit, Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi melalui transaksi di pasar valas dan obligasi dalam perdagangan DNDF.
"Walaupun usaha tersebut kurang membuahkan hasil yang maksimal akibat data eksternal yang kurang bersahabat, namun mata uang garuda fluktuatifnya masih bisa terkendali dengan baik," papar Ibrahim.
Baca Juga: Selepas tengah hari, rupiah di pasar spot makin melemah di hadapan dolar AS
David menjelaskan salah satu faktor yang membuat rupiah melemah karena ekspektasi pasar yang berbeda.
Rata-rata ekonom memperkirakan neraca dagang Indonesia surplus tapi hasil berkata sebaliknya. Itu juga menjadi sedikit sentimen negatif dan pemicu rupiah melemah.
Sentimen-sentimen tersebut dinilai masih akan berpengaruh pada pergerakan rupiah besok. David memproyeksi mata uang garuda pada perdagangan Rabu (16/10) masih akan sedikit melemah dengan rentang di level Rp 14.120 - Rp 14.180 per dolar AS.
Sedangkan, Ibrahim juga memperkirakan rupiah masih melemah pada rentang Rp 14.132 - Rp 14.190 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News