Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Pergerakan rupiah masih rawan tekanan. Setelah rilis data inflasi dalam negeri, rupiah akan kembali menghadapi sentimen eksternal.
Di pasar Spot, Selasa (1/12) nilai tukar rupiah di hadapan dollar AS menguat 0,45% dari sehari sebelumnya di level Rp 13.784.
Andri Hardianto, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures mengatakan, data inflasi bulan November yang berada di level 0,21% menjadi sumber tenaga bagi rupiah. Namun, turunnya angka manufaktur China membuat rupiah masih rentan terhadap tekanan. Data manufacturing PMI China bulan November turun menjadi 49,6 dari sebelumnya 49,8.
“Penguatan rupiah kali ini juga didukung oleh faktor teknikal karena sebelumnya rupiah telah melemah dalam tiga hari,” ujarnya.
Pelaku pasar sebenarnya memandang ekonomi Indonesia relatif stabil. Pemerintah juga masih menjalankan defisit anggaran demi menggenjot pertumbuhan. Selanjutnya, pasar menanti data ekonomi dalam negeri yang dirilis pekan ini dan pekan depan seperti data tingkat kepercayaan konsumen dan penjaulan retail.
Namun pelaku pasar akan lebih fokus terhadap data eksternal, yakni pertemuan Bank Sentral Eropa (ECB) serta data tenaga kerja AS.
Jika ECB kembali menggelontorkan stimulus ekonomi, maka mata uang Euro akan melemah dan mengangkat dollar AS sehingga mengancam rupiah. Ancaman lain datang jika data tenaga kerja AS lebih baik dari proyeksi sehingga menguatkan potensi The Fed untuk menaikkan tingkat suku bunga akhir tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News