Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Biar pun melemah tipis, setidaknya kurs rupiah tidak seanjlok penutupan perdagangan kemarin. Katalis utama sepertinya datang dari China yang tampaknya tak gentar melawan Amerika Serikat (AS) saat pekan lalu meningkatkan tarif impor barang China sebesar 25%.
Berdasarkan data Bloomberg pada Selasa (14/5) rupiah ditutup melemah tipis 0,08% di level Rp 14.434 per dollar AS. Sementara dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) mata uang Garuda melemah cukup dalam sebesar 0,57% di level Rp 14.444 per dollar AS.
Dalam sebuah pernyataan, China menyebut bahwa bea masuk tambahan yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan kemarin telah membahayakan kepentingan kedua negara serta tak sesuai dengan ekspektasi dari dunia internasional.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, meski posisi rupiah saat ini melemah tipis, tapi terbilang sudah mulai pulih.
Utamanya didukung oleh kebijakan dari Kementerian Keuangan China mengumumkan bahwa bea masuk bagi importasi produk asal AS senilai US$ 60 miliar akan dinaikkan menjadi 20% dan 25%, dari yang sebelumnya berada di level 5% dan 10%.
Nantinya barang-barang agrikultur menjadi sasaran dari pemerintah China. Ketika berlaku pada tanggal 1 Juni, importir asal China akan membayar bea masuk yang lebih tinggi ketika mendatangkan produk agrikultur seperti kacang tanah, gula, gandum, ayam dan kalkun dari Negeri Paman Sam.
Namun, ada perkembangan positif terkait perang dagang AS-China yang membuat dollar AS selaku safe haven menjadi kurang menarik.
Presiden AS, Donald Trump mengungkapkan bahwa dirinya belum membuat keputusan terkait dengan apakah produk impor asal China senilai US$ 325 miliar yang hingga kini belum terdampak oleh perang dagang akan dikenakan bea masuk.
Sementara dari sisi domestik, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode April 2019. Konsensus yang dihimpun memperkirakan bahwa neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 500 juta.
Jika benar neraca dagang Indonesia membukukan defisit, maka akan mematahkan tren positif yang sudah dibukukan dalam dua bulan sebelumnya. Pada Maret, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 540 juta dan pada Februari positif US$ 330 juta.
“Ketika neraca dagang membukukan defisit, maka defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) akan menjadi sulit untuk diredam,” kata Ibrahim kepada Kontan, Selasa (14/5).
Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu kuartal-I 2018 yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Ibrahim meramal Rabu (14/5) besok kemungkinan rupiah akan ditransaksikan menguat tipis dengan level pergerakan antara Rp 14.420-Rp 14.460 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News