Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah ditutup menguat pada perdagangan Selasa (18/7). Penguatan rupiah dikarenakan dolar Amerika Serikat (AS) jatuh, menyusul turunnya data inflasi.
Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, pergerakan pasar global cukup fluktuatif dengan sentimen yang bervariasi di pasar. Perkembangan pasar tenaga kerja AS yang membaik cukup mendukung kenaikan suku bunga lanjutan The Fed.
Kemudian, inflasi tahunan AS yang selama ini menjadi faktor utama kenaikan Fed Funds Rate mengalami penurunan ke level 3% pada Juni 2023.
Baca Juga: Rupiah Menguat pada Perdagangan Selasa (18/7), Begini Proyeksi untuk Kamis (20/7)
“Pasca rilis data inflasi AS, pasar kembali berspekulasi bahwa The Fed dapat mengurangi agresivitasnya dalam menaikkan suku bunga acuannya. Dengan kata lain, respons market cenderung positif pasca inflasi AS menunjukkan penurunan secara bertahap,” kata Reny kepada Kontan.co.id, Selasa (18/7).
Reny mencermati, indeks dolar AS bergerak menurun ke bawah level 100. Penurunan indeks dolar tersebut sejalan dengan prospek The Fed akan lebih cepat untuk menyelesaikan pengetatan kebijakan moneternya.
Akibatnya, mayoritas mata uang mampu menguat terhadap dolar AS dalam beberapa waktu belakangan, begitu pula rupiah yang kembali menguat ke bawah Rp 15.000 per dolar AS. Namun, baik The Fed maupun ekspektasi pasar masih melihat peluang FFR akan kembali dinaikkan sebesar 25 bps menjadi ke batas atas 5,5% pada FOMC meeting 26 Juli 2023 mendatang.
Pengamat Mata Uang Lukman Leong turut melihat penguatan rupiah disebabkan oleh dolar AS yang melemah. Indeks dolar AS mencapai level terendah dalam 15 bulan karena turunnya prospek tingkat suku bunga the Fed.
“Rupiah masih berpotensi menguat, seiring dolar AS masih akan terus tertekan hingga FOMC pekan depan,” ungkap Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (18/7).
Hanya saja, Lukman menilai, rupiah dan mata uang Asia pada umumnya masih dibawah tekanan kekhwatiran perlambatan ekonomi China. Karena itu, kehawatiran akan perlambatan ekonomi China dan regional akan membatasi penguatan nilai tukar rupiah.
Reny memperkirakan rupiah selanjutnya masih berpotensi mengalami apresiasi, sejalan dengan penguatan mata uang regional. Pasar juga merespons rilis surplus neraca perdagangan yang lebih besar dari perkiraan. Surplus neraca perdagangan Juni 2023 tercatat sebesar US$ 3,45 miliar, angka ini melanjutkan surplus yang sudah terjadi selama 37 bulan terakhir.
Surplus perdagangan Juni 2023 lebih tinggi jika dibandingkan dengan surplus bulan Mei 2023 yang sebesar US$ 0,43 miliar. Sepanjang tahun 2023, neraca transaksi perdagangan mencatatkan surplus sebesar US$19,93 miliar, dibandingkan US$ 24,98 miliar pada semester 1 2022.
Baca Juga: Kurs Rupiah Menguat 0,11% ke Rp 14.997 Per Dolar AS, Selasa (18/7)
Menurut Reny, perkembangan surplus neraca perdagangan menjadi katalis positif di pasar domestik. Pada akhirnya, aliran dana asing yang kembali masuk ke pasar domestik dapat menguatkan nilai tukar rupiah.
Reny memprediksikan rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp 14.935 per dolar AS – Rp 15.015 terhadap dolar AS pada perdagangan Kamis (20/7). Sedangkan, Lukman memproyeksikan rupiah bergerak di kisaran Rp 14.900 per dolar AS -Rp 15.050 per dolar AS pada Kamis (20/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News