Reporter: Amailia Putri Hasniawati |
JAKARTA. Aksi penerbitan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (rights issue) PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ) senilai Rp 1,44 triliun mengundang tanda tanya. Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak sesi pertama perdagangan bursa, kemarin (12/2), mensuspensi perdagangan saham emiten pengelola rumah sakit tersebut.
Persoalan muncul saat pemegang saham mayoritas SRAJ, yakni PT Surya Cipta Inti Cemerlang (SCIC) urung mengeksekusi hak rights issue-nya. Padahal, prospektus rights issue SRAJ yang terbit Desember 2012 jelas-jelas menyebutkan SCIC berkomitmen mengeksekusi minimal 53,12% porsi saham rights issue. Adapun porsi total rights issue yang menjadi hak SCIC sebanyak 79,68% .
Nyatanya, kemarin, dalam keterbukaan informasi ke BEI, Direktur SRAJ Chandra Rahardja menyatakan, SCIC tidak mengeksekusi hak rights issue tersebut selama masa pelaksanaan antara tanggal 27 Desember 2012 - 8 Februari 2013. Tak disebutkan, siapa yang akhirnya menjadi pembeli saham rights issue SRAJ tersebut.
Sekadar catatan, rights issue SRAJ memiliki efek dilusi hingga 50%. Emiten ini menerbitkan 5,53 miliar saham baru pada harga Rp 260 per saham.
Upaya KONTAN meminta konfirmasi dari manajemen SRAJ tidak membuahkan hasil. Staf bagian sekretariat perusahaan mengatakan manajemen SRAJ tidak berada di tempat.
Kepemilikan saham SRAJ sebelum rights issue adalah SCIC yang memiliki 79,68% saham dan PT AJ Adisarana Wanaartha menguasai 11,76%. Sisanya dimiliki investor publik yang kepemilikannya kurang dari 5% dari total saham SRAJ yang dicatatkan.
Yanuar Rizky, pengamat pasar modal menilai, aksi korporasi yang tak sesuai prospektus bisa diartikan sebagai penyesatan informasi. "Itu bisa masuk pidana jika ada yang dirugikan," ujar dia.
Ia bilang, pernyataan kesanggupan SCIC menyerap minimal 53,12% saham rights issue SRAJ bertujuan untuk menarik minat investor lain, terutama investor publik. "Jadi biar publik merasa nyaman ada (investor) mayoritas yang eksekusi sehingga ada liquidity provider," terang Yanuar. Dus, otoritas bursa harus menelisik kasus ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News