Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana merevisi tarif pajak penghasilan (PPh) final sewa tanah dan bangunan. Rencana ini tertuang dalam Fokus Kebijakan Teknis Perpajakan 2020.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Sewa Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan, tarif PPh final atas sewa tanah dan bangunan yang berlaku saat ini adalah 10% dari jumlah bruto nilai sewa tanah dan bangunan. Pengusaha mengusulkan, tarif PPh final ini dapat diturunkan menjadi 5%.
Sebagai informasi, jumlah bruto yang dimaksud dalam aturan tersebut merupakan semua nilai yang dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang berkaitan dengan tanah dan bangunan yang disewa. Ini juga termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, layanan, dan biaya fasilitas lainnya.
Baca Juga: Pengenaan PPh final sewa tanah dan bangunan dinilai multitafsir, ini kata CITA
Apabila revisi ini jadi diberlakukan, selain memberikan efek positif kepada perusahaan yang bergerak di bisnis penyewaan properti, penurunan tarif PPh final ini dinilai dapat menguntungkan perusahaan menara telekomunikasi. Sebagaimana diketahui, penyedia jasa menara telekomunikasi beroperasi pada lahan yang tersewa yang tersebar di berbagai lokasi.
"Dengan pengurangan PPh final ini, diharapkan beban perusahaan dapat berkurang sehingga terdapat peningkatan di laba bersihnya," tutur Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (1/9).
Direktur Keuangan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) Helmy Yusman Santoso berpendapat, PPh final atas sewa tanah dan bangunan yang berlaku saat ini memang agak memberatkan. Alhasil, ia yakin apabila diturunkan menjadi 5%, maka akan memacu kinerja perusahaan properti dan infrastruktur.
"Selain itu, tarif 5% ini juga lebih fair untuk industri karena tarif PPh non-final untuk industri lain juga sudah diturunkan," ucap Helmy.
Sayangnya, Helmy belum menghitung seberapa besar efeknya ke kinerja TBIG karena revisi ini masih dalam bentuk rencana.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) Adam Gifari menuturkan, per 30 Juni 2020, terdapat sekitar 26,8% dari total pendapatan TOWR yang terkena PPh final 10%. Meski Adam merasa bahwa beban pajak tersebut masih dapat ditoleransi perusahaannya, ia menyambut baik rencana penurunan tarif pajak tersebut.
"Kami mengerti, penurunan tarif PPh final ini ditujukan untuk menggairahkan bisnis penyewaan properti atau bangunan, serta ingin membuat Indonesia menjadi tujuan investasi yang kompetitif dibandingkan negara-negara lain di Asia," ungkap Adam.
Sayangnya, TOWR juga belum melakukan perhitungan atas dampak penurunan tarif ini terhadap kinerja bisnisnya.
Terkait dengan sahamnya, Chris menilai, pergerakan TOWR dan TBIG untuk ke depannya masih cukup menarik. Pasalnya, di tengah perlambatan ekonomi yang terjadi pada 2020, kinerja pendapatan dan laba bersih kedua emiten ini cenderung meningkat.
Baca Juga: PPh final atas sewa tanah dan bangunan dievaluasi, ini pendapat pengamat pajak
Sebagai informasi, pada semester 1-2020, pendapatan TOWR tumbuh 21,7% year on year (yoy) menjadi Rp 3,69 triliun dengan laba bersih yang meningkat 31% yoy menjadi Rp 1,3 triliun. Sementara itu, TBIG mencatatkan kenaikan pendapatan 13,17% yoy menjadi Rp 2,58 triliun dan peningkatan laba bersih 33,59% yoy menjadi Rp 510,48 miliar.
Oleh sebab itu, Chris menilai, investor dapat mengakumulasi beli TOWR dan TBIG pada area support Rp 1.000 dan Rp 1.240 per saham.
"Target harga untuk TOWR ada di level Rp 1.200 per saham dan TBIG Rp 1.460 per saham," kata Chris.
Per Selasa (1/9), harga saham TOWR berada di level Rp 1.060 dan TBIG Rp 1.310 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News