Reporter: Dina Farisah, Wahyu Tri Rahmawati, Wahyu Satriani | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Rendahnya harga surat utang negara (SUN) menjadi salah satu daya tarik instrumen ini bagi para investor. Dengan harga yang murah, investor bisa mendapat imbal hasil tinggi bila berburu obligasi negara.
Koreksi harga SUN lebih dalam pada seri acuan bertenor lebih panjang. Lihat saja, hingga Kamis (31/10), harga SUN acuan seri FR0065 bertenor 20 tahun telah turun 18,77% ketimbang akhir 2012. Harga SUN seri FR0064 bertenor 15 tahun turun 17,8% pada periode yang sama.
Harga SUN seri FR0063 bertenor 10 tahun dan SUN seri FR0066 bertenor 5 tahun masing-masing turun 15,32% dan 8,72%. Penurunan harga ini lebih besar ketimbang imbal hasil tiap seri.
Kemarin, imbal hasil SUN seri FR0065 mencapai 8,06%. Imbal hasil SUN seri FR0064 sebesar 7,86%. Imbal hasil SUN seri FR0063 dan FR0066 masing-masing 7,59% dan 6,85%.
Ariawan, analis obligasi Sucorinvest Central Gani mengatakan, hingga saat ini return obligasi negara masih minus 9% hingga minus 10% dibanding tahun lalu. Dia memperkirakan, return ini akan membaik hingga akhir tahun 2013 meski masih di bawah 0%. "Saya pikir harusnya akhir tahun bisa di angka minus 5%," kata Ariawan, kemarin.
Tidak berbeda jauh, Fakhrul Aufa, analis Indonesia Bond Pricing Agency memperkirakan, return obligasi pemerintah sepanjang tahun ini hanya akan mencapai minus 3% hingga minus 4%.
Meski tahun ini return SUN jeblok, Ariawan memperkirakan, investor bisa meraup untung pada pasar obligasi tahun depan. "Tahun depan, harganya bisa naik sekitar 8% hingga 10%," imbuh Ariawan.
Potensi kenaikan ini dihitung dengan asumsi inflasi akan rendah, BI rate berpotensi turun dan kurs rupiah menguat dibanding tahun ini.
Fakhrul mengatakan, investor masih gencar mengoleksi SUN. Berdasarkan hasil beberapa lelang SUN lalu, investor terus melakukan akumulasi di pasar obligasi. Menurut dia, SUN seri acuan merupakan yang paling diburu investor. Antusias investor juga tercermin dari jumlah penawaran yang masuk.
Josua Pardede, ekonom Bank Internasional Indonesia (BII) mengatakan, sentimen positif yang menyelimuti pasar obligasi tak terlepas dari stabilnya nilai tukar rupiah. Beberapa hari belakangan ini, rupiah berada di bawah level 11.000. Hal ini menunjukkan fundamental ekonomi Indonesia masih cukup baik dan mendorong asing menambah kepemilikannya di SUN.
Meski demikian, pasar obligasi belum sepenuhnya bullish. Beberapa sentimen domestik maupun global cukup mixed dalam mempengaruhi pergerakan yield obligasi.
Dari dalam negeri, Josua menduga, pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV tahun ini masing-masing sebesar 5,7% dan 5,6%. Angka ini sedikit melambat dibanding kuartal II-2013 sebesar 5,8%. Namun, kondisi defisit current account membaik. Jika pada kuartal II-2013, defisit current account 4,4% terhadap produk domestik bruto (PDB), maka pada kuartal III-2013, defisit current account mengecil antara 3,5%-3,7% terhadap PDB.
Josua menyebut ada hal-hal yang harus diwaspadai. Pertama, tekanan inflasi berpotensi naik akibat panen yang berlangsung pada saat ini di bawah ekspektasi. Naiknya harga daging selama Idul Adha turut menyumbang inflasi bulan ini. Selain itu, konsumsi masyarakat selalu meningkat menjelang akhir tahun. Ia menyarankan investor agar jeli memanfaatkan momen untuk masuk ke pasar obligasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News