Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Imbal hasil reksadana pasar uang berpotensi menurun karena suku bunga acuan BI 7-Days Reserve Repo Rate (BI7DRRR) turun 25 basis poin (bps) jadi di level 4%.
Kinerja reksadana pasar uang memang berkorelasi tinggi dengan tingkat suku bunga acuan BI. Namun, meski tingkat suku bunga acuan sedang dalam tren menurun, Head of Investment Avrist AM Farash Farich mengatakan imbal hasil reksadana pasar uang akan tetap dalam pertumbuhan positif.
Farash menjelaskan perubahan tingkat suku bunga akan berpengaruh lebih cepat ke instrumen jangka pendek seperti deposito perbankan dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN). Baru selanjutnya, efek penurunan suku bunga akan mempengaruhi instrumen dengan jangka waktu yang lebih panjang seperti obligasi jangka pendek.
Baca Juga: MMI menurunkan target dana kelolaan menjadi Rp 63 triliun di akhir tahun
Sementara, isi portofolio reksadana pasar uang mayoritas berupa deposito perbankan dan obligasi jatuh tempo di bawah satu tahun. Alhasil, mau tidak mau imbal hasil reksadana pasar uang ke depan juga akan menyesuaikan turun. "Walaupun tetap positif kinerjanya," kata Farash, Jumat (17/7).
Meski suku bunga menurun, Farash tidak lantas mengubah strategi portofolio reksadana pasar uangnya menjadi berat di obligasi dengan tenor di bawah satu tahun. Avrist tetap berat pada deposito perbankan demi menjaga likuiditas yang lebih likuid. Hanya saja, Farash mengaku lebih selektif dalam memilih portofolio untuk mengurangi risiko kredit.
Untuk saat ini, Farash mengestimasikan imbal hasil pasar uang berkisar 4,5%-5% per tahun. Meski proyeksi imbal hasil ini cukup mini dibanding proyeksi dari reksadana jenis yang lain, Farash menilai potensi imbal hasil reksadana pasar uang masih menarik di tengah tingkat inflasi yang rendah atau di bawah 2%. "Jika dihitung real return di reksadana pasar uang masih sekitar 2,5%-3% dan tidak berubah dibandingkan tahun lalu," kata Farash.
Baca Juga: Reksadana saham dan pendapatan tetap diprediksi lebih moncer di semester II
Dengan begitu, Farash menilai reksadana pasar uang cocok dimiliki oleh investor yang ingin memenuhi kebutuhan keuangan untuk jangka pendek.
Berdasarkan data Infovesta, hingga Juni jumlah dana kelolaan reksadana pasar uang mencapai Rp 62,24 triliun atau tumbuh 0,83% secara bulanan. Jumlah ini tidak termasuk reksadana berdenominasi dollar AS.
Sementara sepanjang Juni unit penyertaan reksadana pasar uang tumbuh 0,76% atau mencapai 350,39 juta. Hal ini menunjukkan bahwa investor masih berjaga-jaga dengan kondisi ekonomi yang tidak pasti di tengah pandemi. Reksadana pasar uang pun tetap jadi pilihan investor yang ingin berinvestasi secara aman dengan risiko paling kecil diantara reksadana jenis lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News