Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
Menurut Lukman, harga aluminium, tembaga dan timah masih akan tergantung oleh permintaan dari China dan pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan. Sedangkan, harga nikel kemungkinan bakal lebih baik dengan ekspektasi pertumbuhan permintaan untuk Electric Vehicle (EV).
Kabar baiknya perkembangan belakangan ini mengindikasikan bahwa China berencana melonggarkan pembatasan covid-19. Kondisi ini dimaknai dapat mendorong permintaan dan menaikkan harga logam industri.
Hanya saja, sentimen positif tersebut masih penuh ketidakpastian karena kasus kematian atas Covid-19 berpotensi penerapan kembali lockdown.
Baca Juga: Mengitip Prospek Pasar Modal Tahun Depan, Saham-Saham Ini Layak Dicermati
Adapun mengomentari rencana larangan ekspor bauksit, Lukman berujar bahwa dampaknya tidak begitu besar ke harga logam lain.
Dia bilang Indonesia sebagai produsen terbesar nikel dan terbesar kedua bauksit, tentunya larangan juga bisa mendukung harga dari sisi suplai. Namun imbas ke harga logam lain tentu tidak akan besar karena faktor permintaan terutama dari China yang lebih berperan.
Proyeksi Lukman, harga aluminium bakal berada di posisi US$ 2.350 per ton, tembaga US$ 8.200 per ton, timah US$ 23.000 per ton dan Nikel US$ 28.500 per ton pada akhir tahun 2022.
Asumsinya jika China membuka kembali ekonomi dan berkomitmen meningkatkan perekonomian, maka harga komoditas logam industri bakal naik. Secara rata-rata harga aluminium dipandang bakal berkisar US$ 2.800 per ton, tembaga US$ 9.500, timah US$ 28.000 dan Nikel US$ 32.000.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News