kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rentan Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah, Berikut Rekomendasi Saham Emiten Farmasi


Kamis, 07 Juli 2022 / 17:59 WIB
Rentan Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah, Berikut Rekomendasi Saham Emiten Farmasi
ILUSTRASI. Tablet obat produksi Kalbe Farma.?Emiten farmasi rentan fluktuasi rupiah, analis beri rekomendasi saham.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri farmasi menjadi salah satu sektor yang paling rentan di tengah fluktuasi nilai tukar rupiah yang cenderung melemah ke area Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS). 

Setelah sempat memerah, pergerakan saham emiten farmasi pun ditutup bervariasi pada Kamis (7/7). Mayoritas emiten di lingkup farmasi dan riset kesehatan tidak bergerak pada hari ini. Seperti yang terjadi pada PT Indofarma Tbk (INAF) yang harga sahamnya tetap berada di posisi Rp 970.

Kemudian PT Phapros Tbk (PEHA) yang harganya tetap di Rp 940, lalu ada PT Pyidam Farma Tbk (PYFA) di harga Rp 1.030, PT Soho Global Health Tbk (SOHO) pada Rp 5.900, dan PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) di harga Rp 1.380.

Sedangkan saham yang ditutup melemah pada hari ini adalah PT Darya-Varia Laboratoria Tbk (DVLA) yang turun 2,29% ke Rp 2.560 dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang merosot 0,30% ke Rp 1.680.

Baca Juga: Masih Fase Konsolidasi, Begini Rekomendasi Saham Bumi Resources (BUMI)

Sementara itu, saham yang mengalami kenaikan adalah PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yang naik 1,60% ke Rp 1.270, PT Merck Tbk (MERK) naik 1,23% ke Rp 4.100 dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) yang menguat 0,51% ke Rp 985.

Technical Analyst Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova memandang sejumlah emiten farmasi sedang menunjukkan tren penurunan jangka panjang, seperti yang terjadi pada INAF dan KAEF. Adapun, harga saham INAF sudah merosot 56,50% secara year to date, sedangkan KAEF turun 47,74%.

Secara umum, sektor farmasi masih bergantung pada bahan baku yang diimpor. Pelaku pasar tampak melakukan antisipasi dengan kecenderungan mengurangi posisi pada saham farmasi, sehingga terjadi pelemahan pada harga sahamnya.

"Juga karena sentimen pandemi sudah cukup mereda meskipun kasus Covid-19 sempat meningkat. Saat ini mungkin akan minim sentimen yang mampu mengangkat kembali saham farmasi seperti di awal pandemi Covid-19," kata Ivan kepada Kontan.co.id, Kamis (7/7).

Senior Technical Analyst Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata menambahkan, pelemahan kurs rupiah akan sangat sensitif bagi emiten farmasi yang lebih dari 50% bahan bakunya masih tergantung dari impor.

Baca Juga: Dibayangi Kenaikan Suku Bunga, Begini Rekomendasi Saham Emiten Properti dari Analis

Namun, Liza melihat ada sentimen lain yang bisa menjadi katalis positif bagi saham emiten farmasi. Terutama datang dari kesadaran masyarakat yang lebih tinggi terhadap produk farmasi, meski belum ada data tingkat fatality yang signifikan dari lonjakan kasus Covid-19 belakangan ini.

"Masyarakat sudah mulai terdidik untuk meningkatkan imun tubuh dengan mengkonsumsi vitamin atau suplemen dan obat-obatan terkait," kata Liza.

Meski begitu, jika sebagai pilihan trading, Liza memberikan catatan bahwa mayoritas saham sektor farmasi kurang likuid dan kurang aktif. Oleh sebab itu, mesti cermat dalam memilih saham farmasi.

 

Senada, Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya melihat bahwa lonjakan kasus Covid-19 bisa membuat permintaan produk farmasi meningkat, meski dalam jangka pendek. Di sisi lain, pelemahan rupiah juga antara lain disebabkan oleh kebijakan suku bunga The Fed di AS dan Bank Indonesia (BI).

"Diperkirakan BI akan menyusul langkah The Fed menaikkan suku bunga sehingga rupiah bisa kembali menguat," ujar Cheryl.

Dia memperkirakan, dampak fluktuasi kurs ini tidak akan signifikan bagi emiten farmasi yang bisa mendapat substitusi bahan baku dari negara lain dengan pembayaran mata uang selain dolar AS. Terlebih jika sudah banyak menggunakan bahan baku dari dalam negeri.

Sementara itu, Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyoroti bahwa tren melemahnya saham farmasi juga tak lepas dari valuasinya yang terbilang mahal. Kemudian, minat investor berpindah ke sektor komoditas dan consumer good.

Di sisi lain, bahan baku farmasi yang mayoritas masih tergantung pada impor membuat margin laba akan tertekan seiring fluktuasi kurs seperti belakangan ini. Adapun, saham yang menarik untuk dilirik pada sektor farmasi adalah KLBF lantaran produknya yang terdiversifikasi.

Namun secara umum, Wawan menyarankan pelaku pasar untuk wait and see terlebih dulu terhadap saham farmasi.

Baca Juga: Artha Sekuritas Rekomendasikan Hold MIKA dan UNVR, Speculative Buy Saham TOWR

"Koreksi yang terus terjadi bisa dicermati untuk menjadi entry point karena dalam jangka panjang sektor ini terus dibutuhkan oleh masyarakat," sebutnya.

Sedangkan Cheryl memberikan rekomendasi buy untuk saham KLBF dan PEHA dengan target harga bisa dicermati saat mencapai +5%.

Bagi Ivan, saham KLBF dan MERK masih menarik untuk dilirik dengan orientasi jangka pendek. Buy on Weakness (BoW) bisa menjadi pilihan mengingat masih ada potensi koreksi.

Untuk saham KLBF bisa memperhatikan area support pada Rp 1.615 dengan target harga di Rp 1.785. Kemudian area support MERK ada di Rp 3.980 dengan target menutup gap yang terbentuk pada level Rp 4.200.

Sementara Liza menyoroti saham KLBF, KAEF, INAF, dan SIDO. Rekomendasi untuk KLBF adalah hold atau BoW. Lalu speculavite buy untuk saham KAEF dan INAF. Sedangkan untuk SIDO, Liza menyarankan beli bertahap dengan entry point awal di Rp 985 - Rp 975.

Average Up saham SIDO bisa menunggu breakout resistance di Rp 990 - Rp 1.000, dengan target harga di Rp 1.060 - Rp 1.070. Saran Liza, stop loss apabila sudah closing di bawah Rp 970.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×