kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Reli Terhenti, Harga Minyak Mentah Koreksi Akibat Aksi Ambil Untung


Selasa, 15 Februari 2022 / 09:38 WIB
Reli Terhenti, Harga Minyak Mentah Koreksi Akibat Aksi Ambil Untung
ILUSTRASI. Harga minyak mentah koreksi akibat aksi ambil untung


Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - TOKYO. Harga minyak tergelincir setelah investor melakukan aksi ambil untung setelah reli di hari sebelumnya yang membawa minyak ke level tertinggi dalam tujuh tahun. Walau begitu, pelemahan harga tertahan oleh kekhawatiran bahwa Rusia mungkin segera menyerang Ukraina dan adanya gangguan pasokan.

Selasa (15/2) pukul 09.00 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman April 2022 turun 0,3% ke US$ 96,19 per barel. Pada sesi sebelumnya, Brent naik US$ 2,04.

Serupa, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2022 turun 0,4% menjadi US$ 95,10 per barel, setelah naik US$ 2,36 pada hari Senin (14/2).

Kedua harga minyak acuan ini mencapai rekor tertinggi sejak September 2014 pada sesi sebelumnya, dengan Brent menyentuh US$ 96,78 dan WTI mencapai UC$ 95,82.

Katalis utama bagi harga minyak masih datang dari Rusia, yang merupakan salah satu produsen minyak dan gas terbesar di dunia, yang dikhawatirkan bakal menginvasi Ukraina. Hal ini mendorong reli minyak menuju US$ 100 per barel, level yang tidak terlihat sejak 2014.

"Investor meraup keuntungan dari reli Senin meskipun mereka ragu-ragu untuk mengambil posisi jual baru karena meningkatnya ketegangan di Eropa Timur," kata Hiroyuki Kikukawa, General Manager of Research Nissan Securities.

Baca Juga: Minyak Capai Level Tertinggi 7 Tahun Dipicu Kekhawatiran Serangan Rusia di Ukraina

"Pasar minyak mungkin melihat koreksi nyata jika kesepakatan nuklir Iran-AS disetujui atau ekuitas global jatuh lebih jauh di tengah kekhawatiran atas inflasi dan kebijakan moneter yang lebih ketat oleh bank sentral," lanjut Kikukawa.

Di sisi lain, para manajer portofolio masih bullish pada prospek minyak. Tapi harga telah naik lebih dari 30% dalam waktu kurang dari tiga bulan dan ada kekhawatiran tentang kenaikan inflasi dan suku bunga, mendorong fund manajer untuk mengambil beberapa keuntungan di minggu lalu.

Investor juga mengamati pembicaraan antara Amerika Serikat dan Iran. Menteri luar negeri Iran mengatakan Iran "sedang terburu-buru" untuk mencapai kesepakatan cepat dalam pembicaraan nuklir di Wina, asalkan kepentingan nasionalnya dilindungi.

Sementara itu, bursa saham global turun pada hari Senin di tengah peringatan AS bahwa Rusia dapat segera menyerang Ukraina.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy meminta warga Ukraina untuk mengibarkan bendera negara dari gedung-gedung dan menyanyikan lagu kebangsaan secara serempak pada 16 Februari mendatang. Nah, beberapa media Barat menyebut, tanggal tersebut sebagai kemungkinan awal invasi Rusia.

Baca Juga: Analis Rekomendasikan Hold Saham Mayora Indah (MYOR), Simak Ulasannya

Di sisi lain, Chief International Energy Agency (IEA) Fatih Birol mendesak OPEC+, Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan produsen sekutu, untuk menutup kesenjangan antara kata-kata dan tindakannya.

Kekurangan dalam produksi OPEC+ dan kekhawatiran kapasitas cadangan kemungkinan akan membuat pasar minyak tetap ketat dan harga bisa mencapai US$ 125 per barel pada awal kuartal kedua tahun ini, kata JP Morgan Global Equity Research.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×