Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Harga Surat Berharga Negara (SBN) yang cukup tinggi mengurangi daya tarik surat utang pemerintah. Itu termasuk alasan sebagian manajer investasi (MI) mengutak-atik strategi penerbitan produk barunya.
PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI), misalnya, berniat mengurangi penerbitan reksadana yang menggunakan obligasi sebagai aset dasar, seperti reksadana terproteksi. Direktur Mandiri Manajemen Investasi, Andreas Gunawidjaja, mengatakan, MMI kini memperbanyak penerbitan reksadana berbasis ekuitas.
Menurut dia, return reksadana terproteksi sudah tidak menarik. Tahun lalu, return reksadana beraset dasar obligasi bisa mencapai 7%. Namun kini, rata-rata return yang dihasilkan sekitar 6%. Karena itu, reksadana terproteksi milik MMI, yang jatuh tempo di tahun ini tidak akan diganti dengan produk baru.
Catatan saja, selama ini reksadana terproteksi menjadi produk andalan Mandiri Manajemen Investasi. Per 25 Juli 2012, dana kelolaan atau asset under management (AUM) MMI mencapai Rp 20,75 triliun. Sebagian besar berasal dari reksadana terproteksi.
Berdasarkan data PT Infovesta Utama, jumlah reksadana terproteksi milik MMI sekitar 48 produk. Sebagai langkah berputar haluan, MMI baru-baru ini merilis reksadana berbasis ekuitas bernama Reksadana Mandiri Investa Equity Movement. Namun Andreas belum mau membocorkan target dana kelolaan dan imbal hasil.
Idhamshah Runizam, Direktur Utama PT BNI Asset Manajemen (BNI-AM), menuturkan, penurunan imbal hasil reksadana terproteksi tidak bisa dihindari MI. Namun dia yakin, reksadana terproteksi akan tetap diminati.
Alasan dia, saat ini bunga masih rendah, hingga imbal hasil deposito juga minim. "Jadi reksadana terproteksi tetap menjadi pilihan ketimbang deposito," ujarnya.
Karena itu, BNI-AM tidak berencana mengurangi penerbitan reksadana terproteksi baru. Tahun ini BNI-AM menargetkan bisa membuat reksadana terproteksi berbasis Obligasi Negara Ritel (ORI) 009. BNI sebagai agen penjual ORI juga berniat menjajaki penerbitan reksadana ORI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News