Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Sepanjang tahun 2015, pasar saham maupun obligasi Indonesia sering terombang-ambing akibat sentimen eksternal maupun domestik. Makanya, pelaku manajer investasi dalam negeri paling sering menerbitkan produk reksadana terproteksi.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, per 11 September 2015, jumlah produk reksadana yang ada di Indonesia mencapai 1.006 buah, bertambah 112 produk ketimbang posisi akhir tahun 2014 yang bertengger di angka 894 buah.
Dari penambahan produk baru tersebut, jenis reksadana terproteksi menyumbangkan jumlah paling banyak, sebesar 35 buah. Lalu diikuti oleh reksadana pasar uang 26 buah, reksadana saham 25 buah, reksadana campuran tujuh buah, reksadana pendapatan tetap tujuh buah, reksadana syariah 11 buah, serta reksadana indeks satu buah.
Analis Infovesta Utama Praska Putrantyo menjelaskan, ada dua karakteristik reksadana terproteksi yang menarik minat investor.
Pertama, struktur produk tersebut yang menjamin dana investasi paling minim sebesar nilai penempatan awal selama periode proteksi. Sebab, penempatan dana yang berbasis instrumen pasar uang seperti deposito maupun obligasi korporasi dengan tenor kurang dari setahun.
Oleh karena itu, lanjut Praska, wajar apabila mayoritas aset dasar reksadana terproteksi berupa obligasi korporasi. Sebab, instrumen ini terbilang konservatif, memberikan pendapatan tetap berupa kupon atau bunga secara periodik.
Kedua, fasilitas diskon pajak karena investasi obligasi dalam reksadana terproteksi hanya dikenakan pajak sebesar 5%. “Beda jika dipegang secara individual, kecuali dana pensiun yang tidak kena pajak,” paparnya.
Praska menerawang, penerbitan reksadana terproteksi baru hingga pengujung tahun 2015 masih berpeluang menggemuk. Sebab, kinerja investasi di pasar modal seperti Surat Utang Negara (SUN) masih fluktuatif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News