Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana pasar uang paling ciamik bebapa hari kebelakang. Berdasarkan data Infovesta Utama per Jumat (17/5), indeks reksadana pasar uang sepekan lalu tumbuh 0,09%.
Sementara, indeks reksadana saham turun paling dalam sebesar 4,16% dalam periode sepekan lalu. Selanjutnya indeks reksadana campuran juga turun 2,79%. Kemudian, di periode yang sama indeks reksadana pendapatan tetap juga turun sebesar 0,10%.
Indeks pasar uang menguat karena pasar saham tertekan sentimen eksternal yakni perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China terlihat memanas pada pekan lalu. Setelah adu tarif impor, AS kembali menyerang lewat imbauan Presiden AS Donald Trump yang mengenakan sanksi kepada Huawei agar tidak melakukan transaksi dengan perusahaan-perusahaan AS.
Sentimen dari dalam negeri datang dari defisit neraca perdagangan Indonesia bulan April yang mencapai US$ 2,5 miliar.
Head of Bussiness Development Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi mengatakan pada dasarnya saat pasar modal mengalami tekanan, biasanya investor akan membagi dana ke safe heaven currency ataupun deposito dan reksadana pasar uang karena risiko yang cenderung kecil dan yield yang lebih stabil.
Ia menegaskan reksadana pasar uang yang diracik dengan deposito dan obligasi akan jauh lebih menarik dibandingkan dengan reksadana pasar uang yang hanya deposito. “Karena yield obligasi cenderung lebih besar daripada suku bunga Bank Indonesia (BI),” kata Reza kepada Kontan.co.id, Senin (20/5).
Mengutip Bloomberg, Senin (20/5) yield obligasi tenor satu tahun berada di level 6,8% atau naik 3% dibanding pekan lalu di level 6,6%. Sementara dalam rapat dewan gubernur BI pekan lalu, BI 7-DRR masih berada di level 6%. Adapun rata-rata suku bunga deposito bank saat ini sebesar 6,1%.
Reza meyakini kinerja reksadana pasar uang akan menjadi primadona kembali tahun ini jika ketidakpastian perang dagang dan pelemahan ekonomi global masih melanda sampai dengan akhir tahun. Bila mana terjadi dapat menggerus pertumbuhan ekonomi Indonesia, apa lagi bila pertumbuhan ekonomi di bawah 5,2%.
Namun, kinerja reksadana pasar uang masih bisa merosot. Meskipun outlook domestik sempat melempem, tetapi masih ada kemungkinan BI memangkas suku bunga acuan, sehingga dapat mempengaruhi imbal hasilnya.
Reza menambahkan apalagi bila tiba-tiba kesepakatan perang dagang AS-China tercapai dan market rebound maka saham akan booming sehingga redemption reksadana money market akan tinggi yang secara umum menjadi katalis negatif bagi reksadana pasar uang, utamanya yang banyak memiliki porsi obligasi dalam racikannya
Dalam, situasi eksternal yang tengah memanas dan outlook ekonomi domestik yang belum baik, sepertinya investor perlu meracik atau menelaah peluang produk investasi reksadana.
Reza menyarankan investor bisa mulai cicil beli ke instrumen pasar modal saham dikarenakan penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) di bulan ini, sehingga bila melihat price to earning IHSG yang cenderung murah tentunya akan membuat investor melirik kembali pasar modal di Indonesia.
Selain itu, pekan ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan hasil rekapitulasi suara pemilihan presiden bulan lalu. Kata Reza, dengan skenario pengumuman presiden 2019 berjalan damai dan rupiah stabil dapat menjadi sentimen positif terhadap pasar modal di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News