kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   -3,00   -0,02%
  • IDX 7.480   -25,75   -0,34%
  • KOMPAS100 1.154   -2,95   -0,26%
  • LQ45 913   0,81   0,09%
  • ISSI 227   -1,59   -0,70%
  • IDX30 471   1,26   0,27%
  • IDXHIDIV20 567   3,73   0,66%
  • IDX80 132   -0,15   -0,11%
  • IDXV30 139   -0,18   -0,13%
  • IDXQ30 157   0,79   0,50%

Reksadana global berbasis ESG makin dilirik investor


Senin, 16 Agustus 2021 / 08:10 WIB
Reksadana global berbasis ESG makin dilirik investor


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, sepanjang tahun ini sudah ada lima produk reksadana global yang sudah didaftarkan sebagai produk investasi di S-Invest. Menariknya, kelima produk reksadana global tersebut mengedepankan faktor environmental, sustainability, governance (ESG).

Perlahan namun pasti, reksadana global berbasis ESG mulai diminati investor. Hal ini tercermin dari pertumbuhan dana kelolaan reksadana global. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana kelolaan reksadana ini meningkat 32,25% dari Rp 12,65 triliun pada akhir 2020 menjadi Rp 16,73 triliun per Juli 2021.

Presiden Direktur BNP Paribas Priyo Santoso mengungkapkan, investor institusi sejauh ini memang yang mendominasi reksadana global berbasis ESG, baik dari segi minat maupun dana investasi. Walau begitu, ia meyakini investor ritel juga sudah mulai melirik reksadana global berbasis ESG.

“Secara tren, investor asing memang masih mendominasi, tapi akibat ada pandemi Covid-19, jadi semacam wake up call yang akan membuat banyak perusahaan dan investor lebih aware terhadap faktor ESG ini,” kata Priyo kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Standard Chartered tawarkan produk reksadana offshore berprinsip ESG

Pada kesempatan yang berbeda, Presiden Direktur Schroder Investment Management Indonesia (Schroder) Michael Tjandra Tjoajadi mengamini saat ini memang masih sedikit investor ritel yang tertarik pada reksadana global berbasis ESG. Namun, yang cukup menggembirakan adalah investor institusi, terutama asuransi, sudah fokus melihat faktor ESG.

Dari sisi pemerintah, juga sudah mulai berjalan ke arah berbasis ESG, dengan adanya peraturan soal emisi karbon, hingga transaksi perdagangan karbon. Menurutnya, ini bentuk pemerintah mulai mengarahkan semua perusahaan untuk fokus dan mempertimbangkan soal ESG

Sementara secara prospek, reksadana global dianggap masih punya prospek yang menarik. Priyo melihat, pasar China yang dijadikan sebagai eksposur untuk produk reksadana BNP Paribas Greater China Equity Syariah USD  masih menyimpan peluang yang cukup besar bagi investor di Indonesia yang ingin melakukan diversifikasi investasi pasar modal yang masih under explored. 

Apalagi, pertumbuhan pasar China juga masih cukup besar didukung oleh sektor teknologi, peningkatan konsumsi dan konsolidasi industri. Oleh karena itu, menurutnya, pergerakan positif ekonomi China tersebut akan terus mendorong saham-saham emiten China untuk jadi semakin dikenal dan diminati di dunia.

“BNP Paribas Greater China Equity Syariah USD ini merupakan paket 2-in-1 kalau boleh dibilang, yakni memberikan akses investor ke potensi pertumbuhan pasar Cina, melalui investasi yang berprinsip, baik dari sisi kesesuaian dengan prinsip syariah maupun prinsip ESG,” kata Priyo.

Senada, Michael juga meyakini prospek reksadana global masih akan menarik mengingat ekonomi China maupun Amerika Serikat yang dijadikan sebagai eksposur utama akan pulih duluan. Hal ini juga tercermin dari kinerja reksadana global bertema syariah yang kinerjanya cukup baik. Belum lagi jika bicara keuntungan dari reksadana ini menggunakan dolar AS, sehingga ada keuntungan tambahan dari nilai tukar.

Michael membeberkan pihaknya saat ini juga sedang menyiapkan untuk meluncurkan produk reksadana saham yang sangat berfokus pada ESG. Dalam pemilihan saham untuk portofolio, ia memastikan tim riset Schroders sudah memiliki teknik scoring internal yang mumpuni, apalagi dari segi kapabilitas dan track record, Schroders sudah menjadi expertise.

“Karena adanya pandemi Covid-10, proses persiapan dan approval jadi agak lambat, tapi mudah-mudahan sebelum akhir tahun sudah bisa diluncurkan,” imbuh Michael.

Selanjutnya: OJK catat kredit ekonomi berkelanjutan (ESG) mencapai Rp 809,75 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×