Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Harum Energy Tbk (HRUM) semakin serius mengembangkan bisnis nikelnya. Terbaru, melalui dua anak usahanya, emiten tambang batubara ini menambah porsi kepemilikan di Infei Metal Industry (IMI).
Pada Selasa (26/9), HRUM membeli 799.999 lembar saham IMI dari Central Halmahera Holding Pte Ltd melalui PT Tanito Harum Nickel. Jumlah ini mewakili 50,99% dari saham IMI. Sementara itu, anak usaha HRUM lainnya yakni PT Harum Nickel Perkasa (HNP) membeli 1 lembar saham IMI atau setara 0,001%. Nilai transaksi jual beli saham ini sebesar US$ 70,38 juta.
Sebagai gambaran, sebanyak 99,95% saham PT Harum Nickel Perkasa dimiliki HRUM. Sementara 60% saham Tanito Harum Nickel dikuasai Harum Nickel Perkasa dan sisanya sebanyak 39,58% dimiliki oleh HRUM.
Dengan pembelian ini, maka HRUM menjadi pemegang seluruh saham IMI. Rinciannya, kepemilikan Tanito Harum Nickel naik dari semula 49% menjadi 99,999% sementara Harum Nickel Perkasa menjadi pemegang saham baru dengan porsi 0,001%.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Getol Rilis Surat Utang, Begini Rekomendasi Sahamnya
“Transaksi tersebut merupakan bagian dari Upaya HRUM untuk terus meningkatkan diversifikasi usaha melalui investasi di sektor nikel,” terang Direktur Utama HRUM Ray Antonio Gunara.
IMI adalah Perusahaan yang bergerak di bidang pemurnian dan pengolahan nikel, dimana IMI memiliki dan mengoperasikan pabrik pengolahan alias smelter nikel di Indonesia Weda Bay Industrial, Maluku Utara. Ray menyebut, IMI memiliki kapasitas 28.000 ton dan telah beroperasi secara komersial sejak April 2022. Sepanjang 2022, IMI membukukan pendapatan sebesar US$ 427,30 juta dengan laba bersih mencapai US$ 59,02 juta.
Dus, dari segi keuangan, dengan diselesaikannya pembelian saham IMI oleh Harum Nickel Perkasa dan Tanito Harum Nickel, terhitung sejak Selasa (26/9), laporan keuangan IMI, baik neraca dan laporan laba rugi sebagai entitas anak akan dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan HRUM selaku induk Perusahaan.
Dengan demikian, laporan keuangan konsolidasian HRUM diharapkan akan lebih mencerminkan kinerja keuangan IMI, baik akibat meningkatkan kepemilikan saham HRUM terhadap IMIM melalui Tanito Harum Nickel maupun dari hasil kinerja keuangan IMI
Meski mendiversifikasi bisnis nikelnya, HRUM tidak melupakan bisnis intinya, yakni batubara. HRUM bahkan memutuskan untuk mengerek target produksi batubara tahun ini seiring dengan moncernya kinerja operasional sepanjang semester pertama 2023.
“Kami merevisi produksi batubara HRUM untuk tahun 2023 menjadi 6 juta ton atau sekitar 20% lebih tinggi dari tahun sebelumnya,’ kata Ray. Sebelumnya, HRUM mematok target produksi di angka 5,5 juta ton hingga akhir 2023.
Baca Juga: PT Timah Kejar Pendapatan Rp 12 Triliun, Ini Strategi Bisnis & Rekomendasi Saham TINS
Sebagai gambaran, HRUM berhasil memproduksi 3,5 juta ton batubara sepanjang enam bulan pertama 2023. Jumlah ini setara dengan kenaikan 49,1% dari realisasi produksi di periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 2,3 juta ton.
Dengan demikian, per semester pertama 2023, HRUM telah memenuhi 58,3% dari target produksi yang dipasang. Ray mengatakan, kenaikan produksi pada semester pertama tahun ini sudah menjadi bagian dari strategi usaha HRUM sejak dua tahun belakangan ini.
”Agar dapat memaksimalkan peluang dari kenaikan harga batubara yang signifikan sejak tahun 2021,” sambung dia.
Analis Mirae Asset Sekuritas Rizkia Darmawan menyematkan rekomendasi beli terhadap HRUM dengan target harga Rp 2.150. Rizkia memperkirakan HRUM akan diuntungkan dengan potensi peningkatan permintaan batubara dari China pada semester kedua 2023, terutama didukung oleh pemulihan ekonomi dan peningkatan konsumsi energi.
HRUM memiliki eksposur penjualan batubara tertinggi ke China di antara emiten lain. Di sisi lain, cuaca kering akibat El-Nino diperkirakan akan mendukung produksi para penambang batubara, seperti HRUM.
Namun, risiko dari rekomendasi ini diantaranya melemahnya harga dan volume penjualan batubara, ekspansi bisnis nikel yang lebih lambat dari perkiraan, dan Perubahan peraturan terkait ekspor dan impor komoditas energi dan mineral, termasuk skema devisa hasil ekspor (DHE) yang baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News