Reporter: Dwi Nicken Tari | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Hasil referendum Yunani yang menolak dana bailout ternyata tidak terlalu menguntungkan harga safe haven emas. Emas terpukul diiringi prospek kenaikan suku bunga AS di akhir tahun nanti. Selain itu, tren emas yang sudah lemah sejak 2012 diprediksi akan berlangsung hingga tahun depan.
Mengutip Bloomberg, Senin (6/7) pukul 16.22 harga emas kontrak pengiriman Agustus 2015 di bursa Commodity Exchange turun 0,07% ke level US$ 1.162,60 per ons troi dibandingkan penutupan akhir pekan lalu. Selanjutnya harga emas selama sepekan turun 1,39%.
Menurut Analis PT Esandar Arthamas Berjangka Tonny Mariano, tren emas memang masih turun karena posisi emas yang lebih banyak dipengaruhi oleh prospek kenaikan suku bunga the Fed. Emas saat ini memang menjadi aset safe haven karena merupakan aset yang paling aman di tengah tidak ada kepastian ekonomi dan politik, seperti sekarang yang terjadi di Yunani. Namun, meskipun emas sedikit diuntungkan, Tonny menilai emas masih belum bisa mendapatkan banyak keuntungan dari hasil referendum Yunani kemarin (5/7).
“Ya, karena prospek kenaikan suku bunga the Fed mereda sementara dan orang mulai memadanga emas. Namun, trennya masih turun sudah dari 2012. harga paling tinggi itu terakhir di bulan September 2011 di level US$1.920,30 per ons troi,” kata Tonny.
Tonny juga menilai bahwa kenaikan harga emas saat ini hanya bersifat sementara. Hal itu disebabkan oleh ditolaknya pemberian dana bailout oleh Yunani, membuat Euro lemah di hadapan dollar AS. Dengan demikian, maka prospek kenaikan suku bunga di akhir tahun hampir bisa dipastikan dan bisa menguatkan dollar AS.
Dollar AS yang juga merupakan aset safe haven, kata Tonny, lebih banyak dilirik ketimbang emas. Oleh karena itu, selama isu prospek kenaikan suku bunga the Fed tetap bergulir, Tonny menyatakan bahwa otomatis potensi naiknya harga emas juga terbatas.
“safe haven emas lebih karena tradisi saja. Emas hanya untuk jaga-jaga, tidak berbunga dan baru bisa untung setelah ada perubahan harga yang signifikan. Sementara dollar AS seiring berjalannya waktu kan terus berbunga,” tambah Tonny.
Tonny juga menjelaskan begitu lamanya faktor ketidakpastian masalah Yunani ini secara teori seharusnya bisa mendukung emas. Namun, dengan adanya potensi Yunani akan keluar dari Zona Euro, artinya dollar AS akan menguat terhadap Euro dan lebih banyak diuntungkan sementara emas tidak banyak mendapat manfaat.
“Dengan naiknya dollar AS, emas akan dirasa mahal oleh pemegang mata uang di luar dollar AS karena emas diperjual belikan dalam dollar AS. Oleh karena itu, orang yang ingin membeli emas jadi mahal.”
Meskipun belum ada kepastian dari the Fed untuk menaikkan suku bunganya di akhir tahun ini, Tonny menyatakan bahwa hal itu tetap tidak membawa dampak apa-apa terhadap emas. Tonny menjelaskan bahwa di dalam benak pelaku pasar ada begitu banyak kemungkinan yang bisa diambil. Seperti Bank Sentral saja, ujar Tonny, saat ini dengan menganggap harga emas yang sudah murah bisa mendiversifikasikannya ke cadangan devisa, di mana cadangan devisa dibuat lebih beragam.
“cadangan devisa tidak hanya dollar AS, justru sebaiknya memilih mata uang yang stabil dan tidak terpengaruh dalam jangka pendek. Sementara emas, dalam jangka panjang masih boleh dibeli. Tetapi untuk sekarang ini yang sudah turun banyak, dalam jangka pendek apalagi untuk spekulan sangat riskan karena masih berpeluang turun lagi,” jelas Tonny.
Tonny menduga bahwa tren menurunnya harga emas masih akan berlangsung hingga akhir tahun bahkan tahun depan. Pasalnya, tidak ada faktor fundamental yang dapat mendukung kenaikan harga emas. Seperti permasalahan Yunani yang ternyata tidak terlalu membawa dampak positif terhadap emas ditambah prospek kenaikan suku bunga the Fed di akhir tahun membuat posisi dollar AS semakin kuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News