Reporter: Grace Olivia | Editor: Agung Jatmiko
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah dunia kembali sumringah. Setelah mengalami penurunan tajam sepanjang Juli lalu kelevel US$ 68 per barel, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mulai merangkak naik di tengah sentimen berkurangnya pasokan minyak Iran ke pasar global akibat realisasi sanksi Amerika Serikat (AS)
Mengutip Bloomberg, Selasa (7/8) pukul 18.35 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman September 2018 di New York Mercantile Exchange (Nymex) berada di posisi US$ 69,70 per barel. Harga melonjak 1% dibandingkan hari sebelumnya dan naik 3,02% jika dihitung dalam sepekan.
Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar, mengatakan, sanksi nuklir AS terhadap Iran yang mulai efektif hari ini menjadi faktor utama pendukung harga minyak. "Meski pasar cenderung sudah mengantisipasi, tapi tetap saja ada spekulan yang memanfaatkan sentimen ini untuk aksi pembelian," kata Deddy, Selasa (7/8).
Memang, Deddy menyebut, sanksi AS yang secara spesifik ditujukan terhadap ekspor minyak Iran baru akan benar-benar direalisasikan pada November mendatang. Namun, potensi berkurangnya suplai minyak mentah di pasar global sudah mulai diantisipasi pasar sejak sekarang. Apalagi, Morgan Stanley telah memprediksi produksi minyak mentah Iran bakal anjlok menjadi 2,7 juta barel per hari pada kuartal keempat nanti.
Analis Monex Investindo Futures Dini Nurhadi Yasyi, menambahkan, sejak Juli lalu AS juga sudah mulai mengurangi impor minyak mentahnya dari Iran sebanyak 3 juta barel per hari. "Kita juga tahu Presiden AS Donald Trump sempat mewacanakan agar negara sekutunya ikut menghentikan ekspor minyak dari Iran pada November nanti," ujar Dini, Selasa (7/8).
Kendati demikian, Deddy enggan menyimpulkan tren harga minyak terlalu dini hingga akhir tahun nanti. Pasalnya, ia menilai masih ada sejumlah tarikan sentimen negatif yang membuat laju harga minyak tertahan.
Di antaranya ialah perang dagang antara AS dan China maupun dengan negara-negara lainnya yang masih menghantui pertumbuhan ekonomi secara global. "Pertumbuhan ekonomi global akan sangat erat kaitannya dengan permintaan minyak mentah, jadi itu masih harus dicermati," ujar Deddy.
Belum lagi, negara-negara produsen OPEC tampaknya akan berupaya menutupi pengurangan produksi minyak Iran dengan menggejot produksi minyak negaranya masing-masing. Mengutip Bloomberg, sepanjang Juli lalu saja, produksi minyak OPEC secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar 300.000 barel per hari menjadi 32,6 juta barel per hari.
Setali tiga uang dengan produksi minyak AS, tambah Deddy. Meski hingga pekan yang berakhir 27 Juli lalu produksi minyak AS turun dari 11 juta barel per hari menjadi 10,9 juta barel perhari, potensi untuk peningkatan produksi di pekan-pekan selanjutnya masih terbuka. "Yang pasti, baik AS maupun negara-negara produsen anggota OPEC akan tetap menjaga harga minyak mentah pada level ekonomisnya saat ini yaitu di atas US$ 60 per barel," terang Deddy.
Adapun, Deddy berpendapat, sejak awal pekan harga minyak masih berkonsolidasi di area US$ 67 - US$ 70 per barel. Menurutnya, harga minyak menguat namun belum begitu signifikan. Terutama, pekan ini masih akan dirilis sejumlah data produksi minyak AS yang biasanya cukup kuat mempengaruhi laju harga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News