kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Range pergerakan rupiah di Rp 13.000 - Rp 13.380


Selasa, 11 April 2017 / 20:29 WIB
Range pergerakan rupiah di Rp 13.000 - Rp 13.380


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Sejak awal pekan ini, kurs rupiah menguat ke bawah Rp 13.300. Padahal pergerakan rupiah terbilang stabil di atas Rp 13.300 sejak awal Februari.

Di pasar spot, Selasa (11/4) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menguat tipis 0,03% ke level Rp 13.281. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah menguat 0,3% di Rp 13.282 per dollar AS.

Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Aset Manajemen mengatakan, dengan posisi cadangan devisa dalam negeri yang cukup tinggi, rupiah seharusnya menguat lebih tajam. BI mencatat posisi cadangan devisa per Maret 2017 di US$ 121,8 miliar atau mendekati level tertinggi pada Agustus 2011.

Sebagai perbandingan, posisi rupiah pada Agustus 2011 berada di kisaran Rp 8.500 per dollar AS. Kondisi fundamental saat ini memang berbeda jika dibanding dengan tahun 2011 silam. Kala itu, ekspor Indonesia masih kuat dengan dukungan tingginya harga komoditas.

Meski demikian, fundamental dalam negeri tahun ini juga tidak negatif. "Jika mengacu pada kenaikan cadangan devisa, rupiah seharusnya menguat ke arah Rp 13.000 per dollar AS," ujar Lana.

Pergerakan rupiah sempat menembus level bawah Rp 13.000 di tahun 2016. Tetapi kembali melemah lantaran terkena dampak penguatan USD pasca pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS).

Dengan kondisi saat ini, Lana memprediksi pergerakan rupiah akan terjaga di kisaran Rp 13.000 - Rp 13.380 per dollar AS hingga akhir tahun.

Dalam jangka pendek, pelaku pasar menanti rilis rating utang Indonesia oleh Standard & Poor's (S&P). Sebelumnya, pasar yakin jika S&P akan menaikkan rating utang Indonesia menjadi investment grade.

Tetapi pihak S&P sendiri dalam sebuah wawancara menyatakan masih ada beberapa kekhawatiran terkait kondisi ekonomi Indonesia.

Di tengah berita tersebut, rupanya arus modal asing yang masuk ke dalam negeri baik melalui saham maupun obligasi masih terus mengalir. "Ini membuktikan jika pelaku pasar sudah mengantisipasi keputusan S&P, baik menaikkan rating Indonesia maupun tidak. Rupiah kemungkinan tidak akan terpengaruh," lanjut Lana.

Dukungan fundamental rupiah berasal dari sisi supply dan demand dollar AS dalam negeri. Pasokan dollar AS cukup tinggi lantaran ditopang oleh penerbitan global bond pemerintah serta surat berharga BI dalam bentuk valuta asing.

Di sisi lain, permintaan dollar AS ditekan oleh turunnya utang swasta, kewajiban hedging hingga kewajiban transaksi dalam negeri menggunakan rupiah.

Sayangnya, angka ekspor yang rendah belum dapat memberi banyak dukungan pada rupiah. Oleh karena itu, BI perlu menjaga rupiah tetap stabil agar tidak memicu kenaikan impor. "Jika rupiah semakin kuat, dikhawatirkan impor akan naik di saat ekspor masih lemah. Ini akan beresiko pada neraca perdagangan," papar Lana.

Dari sisi eksternal, ancaman rupiah datang dari rencana The Fed untuk menaikkan suku bunga dua kali lagi tahun ini. Hal ini akan membuat potensi penguatan dollar AS semakin besar. Tetapi, tren kenaikan dollar AS dapat tertahan mengingat Presiden AS Donald Trump tidak menginginkan dollar AS menguat signifikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×