Reporter: Muhammad Musa | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menjelang berakhirnya bulan Mei, setidaknya tiga bulan ke depan ramai obligasi jatuh tempo. Lalu, bagaimana kesiapan pembayaran oleh para emiten?
Economic Research Senior Officer Pefindo Wasis Kurnianto memaparkan, secara keseluruhan nilai surat utang yang jatuh tempo di tahun 2024 sebesar Rp 150,5 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2023 yang berada di angka Rp 126,9 triliun.
Adapun pada periode kuartal II-2024, jatuh tempo surat utang korporasi adalah sebesar Rp 34,75 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari sisi industri, dari total nilai jatuh tempo di kuartal II-2024 sebagian besar disumbang dari sektor multifinance yang mencapai Rp 9,15 triliun atau menyumbang sebesar 26,33%. Diikuti, dari sektor pembiayaan non-multifinance dan perbankan yang masing-masing mencapai Rp 5,25 triliun dan Rp 5,02 triliun.
Chief Financial Officer Adira Finance Sylvanus Gani Mendrofa mengatakan, Adira Finance memiliki ketersediaan likuiditas yang cukup untuk melunasi kewajiban keuangannya dan mendanai kebutuhan bisnisnya melalui penerimaan angsuran dari konsumen dan fasilitas sumber pendanaan yang tersedia. Adira Finance berencana untuk melunasi pokok obligasi beserta bunganya pada tanggal jatuh tempo dengan menggunakan kas internal perusahaan.
Baca Juga: Ini Alasan Tower Bersama Infrastructure (TBIG) Terbitkan Surat Utang US$ 900 Juta
Sebagai informasi, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) memiliki dua obligasi yang dijadwalkan jatuh tempo pada bulan Juli. Keduanya sebesar Rp 405 miliar dan Rp 741 miliar, masing-masing jatuh tempo pada 17 Juli 2024 dan 23 Juli 2024.
Adapun berkenaan dengan rencana penerbitan obligasi dan sukuk di masa mendatang, perusahaan terus mengamati kondisi pasar, kondisi bisnis terkini, dan kebutuhan pendanaan ke depannya. Sedangkan dalam hal pembayaran obligasi, perusahaan telah secara rutin dan biasa mengantisipasinya.
“Biasanya tiap tahun ada 2-3 kali obligasi yang jatuh tempo, mengingat Adira Finance termasuk issuer yang cukup aktif di pasar,” kata Sylvanus kepada Kontan.co.id, Kamis (30/5).
Baca Juga: Medco Energi (MEDC) Siap Bayar Jatuh Tempo Obligasi Sebesar Rp 400 Miliar
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus menilai, kebijakan pembayaran surat utang jatuh tempo akan bergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan. Menurut dia, perusahaan dihadapkan dua pilihan antara menerbitkan saham misalnya lewat initial public offering (IPO) atau menerbitkan kembali obligasi untuk menunjang ekspansi.
Menurutnya, setidaknya IPO menjadi pilihan yang menarik untuk saat ini. Dirinya melihat, apabila tahun ini tingkat suku bunga menurun, maka penerbitan obligasi akan lebih dipilih terkhusus oleh perusahaan kecil dan menengah.
“Saat ini saham masih pilihan utama, mungkin di kemudian hari obligasi bisa dilirik,” kata Maximilianus kepada Kontan, Kamis (30/5).
Baca Juga: PGN (PGAS) Telah Lunasi Sisa Obligasi Senilai US$ 396 Juta
Sependapat, Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada akan melihat dari sisi emiten berkenaan dengan pendanaan. Menurut dia, penawaran saham dinilai memiliki biaya yang lebih murah, dimana perusahaan hanya menerbitkan saham dan membayar sejumlah biaya emiten serta penerapan Good Corporate Governance (GCG) berupa pertanggungjawaban kepada pemegang saham.
“Bagi emiten yang sudah melepas saham ke publik maka bisa dilakukan melalui proses rights issue,” kata Reza kepada Kontan, Kamis (30/5).
Adapun cara lainnya berupa menerbitkan surat utang atau obligasi. Menurut Reza, opsi ini memiliki konsekuensi dimana emiten penerbit akan menanggung biaya pembayaran bunga kupon obligasi.
Keputusan alternatif pendanaan akan bergantung kepada keperluan manajemen serta mencermati kondisi keuangan internal emiten. Jika tidak menghendaki adanya penambahan utang maka opsi IPO maupun rights issue dapat menjadi pilihan.
“Akan tetapi, jika pilihan rights issue, harus ada pembeli siaga untuk menjamin atau berjaga-jaga sehingga sahamnya bisa terserap jika penawaran ke publik dirasa masih kurang,” terang Reza.
Baca Juga: Summarecon Agung (SMRA) Terbitkan Obligasi Rp 1,3 Triliun, Ini Penggunaan Dananya
Sedangkan, Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menyebut, emiten cenderung lebih sedikit melakukan pendanaan melalui perbankan dengan cost of fund yang lebih besar dengan pertimbangan tren suku bunga yang tinggi saat ini. Sedangkan, apabila melalui penerbitan obligasi membutuhkan penawaran yield bagi investor diperkenankan lebih tinggi dibandingkan suku bunga acuan yang berimplikasi pada penambahan beban keuangan emiten.
Alhasil, rights issue menjadi cara pelunasan utang yang paling efisien saat ini. Emiten dinilai dapat meminimalisir dampak dari beban bunga jika melalui pendanaan perbankan ataupun bunga obligasi yang tinggi.
Lebih lanjut, berdasarkan CME FedWatch, potensi pemangkasan suku bunga hanya sekali di tahun 2024. Hal tersebut mempertegas bahwa pendanaan melalui obligasi masih akan membebani keuangan emiten.
“Sehingga pada akhirnya emiten harus menyelesaikan pendanaan dengan cost of fund yang lebih tinggi,” kata Oktavianus kepada Kontan.co.id, Kamis (30/5).
Oktavianus melihat, beberapa emiten yang melakukan pendanaan melalui rights issue yang masih menarik seperti INCO yang menerbitkan 603 juta saham baru. Dirinya merekomendasikan untuk hold dengan target harga Rp 4.830.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News