kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Ramai IPO Mini, Pasar Saham Indonesia Butuh Banyak Saham Blue Chip


Senin, 22 Juli 2024 / 20:53 WIB
Ramai IPO Mini, Pasar Saham Indonesia Butuh Banyak Saham Blue Chip
ILUSTRASI. Hajatan IPO masih diwarnai oleh emiten dengan aset menengah dan kecil.


Reporter: Yuliana Hema | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelaran penawaran umum perdana saham atawa Initial Public Offering (IPO) mulai semarak lagi. Namun hajatan IPO masih diwarnai oleh emiten dengan aset menengah dan kecil.

Teranyar, perusahaan perdagangan eceran alat fotografi yaitu PT Global Sukses Digital akan menawarkan 450 juta saham dalam IPO. Ini setara dengan 26,09% dari modal ditempatkan dan disetor penuh pasca penawaran umum perdana saham.

Dalam masa penawaran awal alias book building, emiten yang bakal menggunakan kode saham DOSS menetapkan harga di IPO di kisaran Rp 130–Rp 135. Dengan begitu, DOSS bakal memperoleh dana segar maksimal Rp 60,75 miliar.

Di saat yang sama, PT Esta Indonesia Tbk juga sedang menggelar masa penawaran awal. Perusahaan perdagangan sarang burung walet ini menawarkan sebanyak-banyaknya 822,50 juta atau setara dengan 20%.

Pada tahap awal ini, NEST memasang harga di kisaran Rp 160–Rp 200 setiap sahamnya. Dengan begitu, perusahaan yang berkedudukan di Semarang ini berpotensi meraup dana segar sebanyak-banyaknya Rp 164,50 miliar.

Baca Juga: Indeks LQ45 Akan Dikocok Lagi, Ini Saham Yang Layak Masuk Blue Chip

Antrean pencatatan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih panjang. Berdasarkan data BEI, masih ada 20 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham per 19 Juli 2024.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna menjabarkan, berdasarkan asetnya ada 15 perusahaan yang masuk ke dalam skala menengah. Perusahaan dengan aset antara Rp 50 miliar–Rp 250 miliar masuk dalam aset menengah.

"Kemudian ada tiga perusahaan dengan aset skala kecil, yang total asetnya kurang dari Rp 50 miliar. Sementara ada dua perusahaan dengan aset skala besar di atas Rp 250 miliar," jelas Nyoman.

Baca Juga: Sebelum Masa Sulit Datang, Lakukan 5 Pesan Warren Buffett Ini

Pengamat Pasar Modal Satrio Utomo menjelaskan secara teori, pasar modal adalah alternatif pencarian dana yang paling murah karena relatif tidak ada biaya tetap seperti bunga di perbankan.

Menurutnya kemudahan yang diberikan otoritas agar banyak perusahaan bisa IPO berdampak positif bagi manajemen yang benar-benar memiliki niat baik untuk memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan.

Satrio bilang yang menjadi masalah, ternyata ada pihak-pihak yang melakukan IPO dengan niat jelek. Misalnya, goreng harga sahamnya sampai tinggi lalu saat turun drastis menghilang.

"BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkadang membuka pintu untuk pihak-pihak yang nakal. Namun lain sisi, pintu dibuat untuk orang-orang yang memiliki niat baik untuk IPO," jelas Satrio saat dihubungi Kontan, Senin (22/7).

Baca Juga: Sebulan Naik 13%, Harga Saham Blue Chip Ini Layak Beli atau Jual?

Investor Butuh Lebih Banyak Blue Chip

Satrio bilang sebenarnya, pasar modal Indonesia memiliki kemampuan yang besar untuk menyerap IPO besar. Ini berkaca dari hajatan IPO PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).

Emiten teknologi ini berhasil meraup dana segar Rp 13,72 triliun dari penawaran umum perdana saham. Saat pertama kali tercatat di BEI, kapitalisasi pasar GOTO mencapai Rp 400,31 triliun.

"Misalnya Freeport, PLN atau Pertamina mau IPO tidak masalah karena peminatnya besar. Saat ini, pasar modal Indonesia haus akan saham-saham blue chip," kata Satrio.

Baca Juga: Astra International (ASII) Terdepak dari 10 Besar Market Cap, Begini Kata Analis

Direktur Infovesta Utama Edbert Suryajaya menambahkan kemampuan penyerapan itu terkait juga dengan kondisi dan sentimen pasar modal dalam negeri. Misalnya, tahun ini isu suku bunga The Fed mempengaruhi iklim investasi.

Di sisi lain, instrumen investasi di luar ekuitas, seperti emas dan kripto memiliki kinerja yang lebih cemerlang. Menurut Edbert ini membuat dana investor pindah ke instrumen tersebut.

"Kemampuan menyerap masih ada hanya saja karena kondisi yang kurang mendukung, menyebabkan adanya penurunan kapasitas penyerapan karena dana investor pindah ke instrumen lain," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×