Sumber: KONTAN | Editor: Didi Rhoseno Ardi
JAKARTA. PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) masih harus menahan keinginan mereka agar bisa secepatnya menaikkan kapasitas pengangkutan batubara. Rencana perusahaan ini bersama PT Kereta Api Indonesia (KAI) membentuk perusahaan patungan bernama PT Kereta Api Trans Sriwijaya belum juga kesampaian. Dua perusahaan pelat merah ini masih menanti penyelesaian pajak yang timbul akibat terbentuknya perusahaan patungan tersebut.
Sukrisno, Direktur Utama Bukit Asam, mengatakan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membahas persoalan pajak itu. "Komisi VI DPR akan memanggil Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN, dan Menteri Perhubungan guna membahas dan menyelesaikannya," katanya kepada KONTAN, kemarin. Tapi, dia belum tahu waktu pembahasannya.
Seperti diberitakan KONTAN sebelumnya, pembentukan perusahaan patungan antara Bukit Asam dan KAI membawa konsekuensi kewajiban pembayaran pajak senilai Rp 630 miliar. Ini terjadi akibat adanya pengalihan aset dari KAI kepada Trans Sriwijaya. PTBA dan KAI rupanya merasa berat jika harus menanggung beban tersebut.
Bukit Asam sebenarnya sangat berkepentingan agar perusahaan patungan itu segera beroperasi dan segera membangun jalur kereta api. Nanti, jalur itu menghubungkan lokasi tambang di Tanjung Enim ke Pelabuhan Tarahan sepanjang 409,74 kilometer (km) dan ke Dermaga Kertapati sepanjang 166,35 km.
Proyek ini juga merupakan bagian dari rencana emiten pertambangan tersebut untuk meningkatkan kapasitas angkut batubara. "Selama ini penjualan kami mandek karena masalah transportasi," kata Sekretaris Perusahaan PTBA Eko Budhiwijayanto. Lewat proyek itu, kapasitas angkut batubara perusahaan bisa meningkat dari 8 juta ton per tahun menjadi 20 juta ton per tahun.
Hitung ulang nilai proyek
Norico Gaman, Kepala Riset BNI Securities, mengatakan sebenarnya PTBA mampu memproduksi hingga 20 juta ton batubara per tahun. Namun, perusahaan ini memang menghadapi kendala transportasi pengangkutan lewat jalan darat. Kalau proyek dengan KAI itu rampung, dia yakin PTBA bisa memproduksi 30 juta hingga 35 juta ton batubara per tahun. "Peningkatan produksi sejalan dengan kapasitas angkut," imbuhnya.
Meski dihadang masalah pajak, PTBA tetap mempersiapkan pembentukan perusahaan patungan itu. Eko bilang, Trans Sriwijaya sedang menyelesaikan anggaran dasar perusahaan itu sembari meningkatkan kapasitas angkutnya jadi 10,3 juta ton pada akhir tahun nanti. Sedangkan tahun depan bisa mencapai 11,6 juta ton.
PTBA juga harus mencari cara menutup kebutuhan dana proyek yang nilainya mencapai US$ 694 juta atau sekitar Rp 8,33 triliun. "Sampai sekarang, menurut hitungan kami nilai investasinya masih sebesar itu," ujar Eko.
Sumber pendanaannya terbagi dua, yaitu 30% merupakan suntikan modal PTBA dan KAI, dan 70% pinjaman yang akan dicari Trans Sriwijaya. Di perusahaan patungan itu, PTBA hanya memiliki 30% saham dan sisanya jadi milik KAI. Perjanjiannya, jika target kapasitas angkut 20 juta per tahun tercapai, PTBA akan melepas sahamnya ke KAI.
Tak hanya itu, PTBA juga punya hajatan bersama Transpacific Railway Infrastructure dan China Railway Engineering. Mereka membentuk perusahaan patungan bernama PT Railway & Port, yang akan membangun jalur kereta api dari Banko Tengah ke Pelabuhan Bandar Lampung sepanjang 307 km. "Kami sudah tanda tangan di notaris kemarin," kata Eko. PTBA akan memiliki 10% saham dengan setoran modal awal sebesar US$ 31,84 juta. Sedangkan total nilai proyeknya mencapai US$ 1,06 miliar.
Perusahaan tambang milik negara ini juga punya beberapa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Eko mengakui, PTBA harus menghitung ulang nilai proyek itu di tengah krisis finansial. Tapi, hingga kini PTBA belum punya nilai baru atas investasi tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News