Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten yang akan menerbitkan obligasi global harus berhitung lebih cermat. Baru-baru ini, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) membatalkan penerbitan obligasi global denominasi dollar senilai US$ 300 juta. Padahal kupon yang ditawarkan mencapai 7,25%.
Reuters memberitakan pada 13 November lalu, mengutip sumber yang terlibat dalam proses penerbitan obligasi tersebut, pelaku pasar tampak bersikap hati-hati dalam masa bookbuilding. Pelaku pasar menilai latar belakang penerbitan surat utang ini lemah, sehingga investor menganggap risiko terlalu tinggi.
BNP Paribas dan Citigroup ditunjuk dalam proses pembukuan dengan CIMB sebagai lead manager. Surat utang bertenor lima tahun ini meraih peringkat B1 dari Moody's dan B+ dari Fitch.
Kondisi pasar global saat ini memang kurang menguntungkan bagi penerbitan obligasi global berbunga tinggi. "Terjadi tren kenaikan yield di pasar global bond," jelas I Made Ade Saputra, Head of Fixed Income Research MNC Sekuritas, pada KONTAN, Rabu (15/11).
Menurut dia, pasar internasional mulai melihat prospek kenaikan suku bunga The Fed dan pengurangan pembelian obligasi European Central Bank (ECB). Akibatnya yield obligasi diperkirakan akan mendaki, sehingga biaya yang bakal dibayarkan pada investor berpotensi naik tinggi.
Menghindari risiko
Menurut riset JPMorgan Chase and Co sebagaimana dikutip Bloomberg, yield rata-rata pada junk bond di kawasan Asia, telah naik 13 basis poin menjadi 6,74% pada 6 November lalu. Angka ini merupakan yield tertinggi sejak 16 Agustus 2017.
Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan, kenaikan yield ini tentu akan membuat emiten berpikir ulang, lantaran bisa menaikkan risiko gagal bayar akibat kupon yang terlalu besar. "Ada cost of fund yang besar dan hal ini bakal membebani keuangan," jelas dia.
Investor di pasar global belakangan memang cukup berhati-hati dalam menghadapi aset berisiko. Pada Selasa lalu (14/11), indeks CNN Fear & Greed, yang mengindikasikan kemampuan investor menerima risiko pasar di periode tersebut berada di level 49. Artinya, posisi investor saat ini cenderung netral dan tidak menambah porsi di aset yang berisiko, meski tidak juga mengurangi posisi.
Selain itu, analis juga menilai prospek penerbitan obligasi global oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri sejatinya masih bagus. Desmon menilai menerbitkan obligasi global masih menjadi salah satu alternatif pendanaan menarik bagi perusahaan.
Sejumlah obligasi global yang diterbitkan korporasi Indonesia beberapa waktu lalu juga laris manis. Obligasi global PT Chandra Asri Petrochemical kelebihan permintaan 7,3 kali. Obligasi PT Indika Energy Tbk juga oversubscribed enam kali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News