Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menerapkan larangan ekspor batubara yang berlaku mulai 1 hingga 31 Januari 2022. Larangan ekspor ini diterapkan sehubungan dengan rendahnya pasokan batubara untuk pembangkit listrik domestik.
Kementerian Energi dan Sumber Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) mengeluarkan kebijakan yang melarang perusahaan pertambangan batubara untuk melakukan kegiatan ekspor batubara.
Analis RHB Sekuritas Indonesia Fauzan Luthfi Djamal menilai, dampak dari larangan ekspor ini sudah mulai terlihat di pergerakan harga batubara.
Peraturan saat ini juga mulai selektif, dimana beberapa perusahaan yang masih memenuhi 76%-100% kuota DMO sepanjang 2021 masih bisa melakukan ekspor.
Baca Juga: Ini Alasan Erick Thohir Berhentikan Direktur Energi Primer PLN Rudy Hendra Prastowo
Selama ekspor dilarang, kemungkinan, harga komoditas energi ini bisa kembali menembus level US$ 190.00 per ton. Hal ini karena pasokan batubara ke pasar global menjadi makin ketat. Sebab, Indonesia memegang kontribusi terhadap sekitar 45% seaborne coal dunia.
Permintaan dari China kemungkinan memang tidak agresif karena Negeri Panda tersebut sudah lebih mandiri. Hal ini tercermin dari tingginya produksi batubara domestik. Akan tetapi, permintaan batubara dari Jepang, Korea, dan Negara-negara di Asia Tenggara masih cukup signifikan.
Terkait pelarangan ekspor batubara, Fauzan menilai larangan ini tidak akan diperpanjang. Fauzan merinci, kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di bulan Januari berada di angka 20 juta ton. Jumlah ini empat kali lebih banyak dari rata-rata yang hanya membutuhkan sekitar 5 juta ton.
Baca Juga: Analis Sebut Emiten Ini Paling Terdampak Kebijakan Larangan Ekspor Batubara