Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dan gas yang sedang melambung dinilai akan berikan dampak positif terhadap kinerja PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS).
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menilai harga gas dan minyak yang tinggi menandakan bahwa permintaan energi semakin meningkat seiring kembali berjalannya aktivitas ekonomi dan kegiatan produksi dari berbagai industri. Hal ini berpengaruh positif pada volume gas yang dikonsumsi, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh pada pendapatan PGAS sebagai distributor utama gas bumi nasional dengan market share hingga 92%.
Hingga September tahun lalu PGAS membukukan volume distribusi gas 873 billion british thermal unit per day (BBTUD) atau tumbuh 7,5% yoy. Tahun ini, volume distribusi gas diperkirakan meningkat menjadi 1.040 BBTUD pada atau naik 19% yoy dan terus meningkat dengan target 1.400 BBTUD pada tahun 2027.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Perusahaan Gas Negara (PGAS) dari Samuel Sekuritas
Berdasarkan laporan keuangan September 2021, PGN mencatatkan peningkatan pendapatan menjadi US$ 2,25 miliar dari US$ 2,15 miliar dan laba menjadi US$ 286 juta dari US$ 53 juta. Secara operasional, Pandhu menilai ada pertumbuhan positif yang diharapkan dapat konsisten hingga beberapa tahun ke depan mengingat saat ini dalam masa transisi menuju energi terbarukan.
"Biaya produksi energi dengan sumber gas bumi masih relatif menjadi yang termurah dibanding sumber energi lain, hanya kalah dengan batubara yang mulai ditinggalkan karena dianggap mencemari lingkungan," tutur dia.
Sebaliknya, sentimen negatif yang dapat menjegal potensi dari PGAS adalah rencana pemerintah yang akan memperluas industri penerima harga gas khusus US$ 6 per MMBTU yang saat ini berjumlah 7 industri, menjadi 13 sektor industri. Dia menilai hal ini dapat mengurangi pendapatan dan laba yang diperoleh oleh PGAS karena lebih dari 70% konsumen gas bumi dari PGAS adalah industri tersebut.
Berdasarkan paparan publik PGAS tahun lalu, rata-rata harga jual (ASP) harga gas PGN masih di kisaran US$ 7,6 per MMBTU sehingga ada potensi menurunkan ASP secara signifikan jika seluruh industri sudah berjalan menggunakan harga gas khusus. "Kebijakan ini juga tergantung oleh pelaksanaan dari pemerintah, tentu tidak akan jadi masalah jika pendapatan yang hilang dapat gantikan oleh subsidi dari pemerintah," paparnya.
Baca Juga: Mirae Asset Mengerek Target Harga Saham Perusahaan Gas Negara (PGAS)
Tahun ini, Investindo Nusantara Sekuritas memperkirakan pendapatan PGAS akan mencapai sekitar US$ 3 miliar dengan laba akan mencapai US$ 300 juta. Dengan demikian, ia menilai posisi saat ini PGAS diperdagangkan pada level forward PE sekitar 8x, PBV 0,7x, EV/EBITDA 5,6x masih relatif murah jika dibandingkan dengan rata-rata forward EV/EBITDA 5 tahun terakhir sekitar 6,3x.
"Kami menargetkan akan bisa mencapai level Rp 1.970 yang mencerminkan EV/EBITDA sekitar 7x untuk 12 bulan kedepan," sebutnya.
Secara teknikal, Pandhu juga menilai PGAS cukup menarik, berada dalam tren naik jangka pendek dan menengahnya. Harga bergerak di atas MA5 dan MA20-nya, dengan target terdekat Rp 1.500. Resistance berikutnya ke level tertinggi November tahun lalu di Rp 1.640 sedangkan support trendline sekitar Rp 1.320.
"Momentum pergerakan sektor komoditas yang rata-rata masih relatif positif, menjadikan posisi PGAS saat ini cukup menarik untuk buy on weakness di area Rp 1.320 per saham-Rp 1.400 per saham," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News