Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sektor konstruksi ikut kecipratan manisnya pertumbuhan bisnis properti tahun ini. Berdasarkan survei BCI Asia, sebuah perusahaan riset industri konstruksi di kawasan Asia, proyek konstruksi di Indonesia berpotensi mencatatkan pertumbuhan sekitar 40,3% dibandingkan pencapaian tahun lalu.
Mngutip riset tersebut, anlis Mandiri Sekuritas Maria Renata menuturkan, nlai proyek konstruksi tahun ini bisa mencapai Rp 194,2 triliun. Dari jumlah tersebut, 60% di antaranya merupakan proyek-proyek sektor swasta. Sianya merupakan royek dari pemerintah.
Proyek properti residensial masih mendominasi. Sekitar 24% dari total proyek konstruksi tahun ini merupakan proyek pembangunan residensial. Sementara porsi proyek-proyek infrastruktur 1,3% dan proyek utilisasi mencapai sekitar 11,7%.
Asosiasi Kontraktor Indonesia menargetkan kontrak baru yang diperoleh tahun ini bisa mencapai Rp 125 triliun. Ini naik 25% dari realisasi tahun lalu yang sebesar p 100 triliun. Hingga April lalu realisasi perolehan kontrak baru sudah Rp 63,3 triliun. Dari jumlah tersebut, porsi kontrak baru dari pemerintah 1,8%.
Maria menilai wajar jika proyek pembangunan kawasan residensial mendominasi proyek baru sektor knstruksi thun ini. Pasalnya, perusahaan properti sedang giat berekspansi di tengah arga tanah yang sedang menanjak. Di samping itu, "Tingkat suku bunga yang dipertahankan relatif rendah memungkinkan orang membeli properti," kata Maria, Jumat lalu (15/7).
Meski tumbuh pesat, bukan berarti tidak ada hambatan yang bisa memperlambat laju pertumbuhan sektor konstruksi tahun ini. Sebab, pertumbuhan tersebut didominasi oleh proyek swasta.
Padahal proyek swasta memiliki kelemahan dibanding proyek pemerintah. "Kemungkinan default lebih besar," ungkap Maria. Sementara proyek pemerintah tidak mungkin gagal. Hanya saja, pembayaran bisa terlambat lantaran pencairan dana dari kas pemerintah yang molor.
Proyek pemerintah
Perusahaan konstruksi yang mencatatkan sahamnya di bursa efek pun tidak mau ketinggalan momentum pertumbuhan konstruksi ini. Seperti, PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Perusahaan pelat merah ini mengincar kontrak baru senilai Rp 12,5 triliun tahun ini.
Adrianus Bias Prasuryo, analis Samuel Sekuritas, optimistis emiten ini bisa mencapai target tersebut. Pertimbangannya, anggaran belanja infrastruktur pemerintah tahun ini juga meningkat.
Sebagai perusahaan BUMN, tentu saja ADHI lebih banyak mengandalkan proyek pemerintah. Maria mencatat, ADHI merupakan perusahaan konstruksi dengan pangsa pasar paling besar.
Perusahaan konstruksi milik pemerintah lainnya, yakni PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP), juga menetapkan target pertumbuhan yang optimistis. Perusahaan ini menargetkan kontrak proyek tahun ini bisa mencapai dua kali lipat dari perolehan tahun lalu yang sebesar Rp 16,6 triliun.
Namun Maria menghitung pertumbuhan PTPP tidak akan setinggi itu. Ia memprediksi nilai kontrak baru yang diraih PTPP tahun ini bakal sekitar Rp 10 triliun. Pasalnya, ia menilai PTPP masih mengalami masalah dalam pembebasan lahan.
Emiten lain yang sudah merencanakan ekspansi strategis adalah PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA). Perusahaan ini menyiapkan belanja modal Rp 500 miliar-Rp 600 miliar. Duit itu antara lain untuk menyelesaikan proyek kawasan industri.
Lalu ada PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL). Perusahaan yang banyak mengerjakan konstruksi gedung ini juga mulai mengincar proyek pembangkit listrik. Perusahaan ini tengah mengikuti tender power plant di Lahat, Sulawesi Selatan.
Namun Arief Budiman, analis OSK Nusadana Securities, menilai TOTL tidak cukup kuat bila ingin mengeksekusi proyek di luar konstruksi bangunan. Berikut rekomendasi analis untuk empat emiten bidang konstruksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News