Reporter: Namira Daufina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pasca koreksi yang cukup dalam, harga aluminium perlahan bangkit. Rabu (15/3) pukul 09.49 WIB, harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange naik 0,40% ke level US$ 1.867 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Tapi dalam sepekan, harga aluminium terkikis 0,53%.
Harga aluminium menguat berkat naiknya produksi industri China. Produksi industri China di Februari 2017 tumbuh 6,3%, lebih tinggi ketimbang pertumbuhan bulan sebelumnya yang cuma 6%.
Ibrahim, Direktur Garuda Berjangka, bilang, data ekonomi dari China tersebut menjadi pendorong utama kenaikan harga aluminium. Maklum, hal ini menimbulkan harapan permintaan aluminium dari Negeri Tirai Bambu akan semakin tinggi.
Selain itu, kurs dollar Amerika Serikat (AS) yang turun juga mendongkrak harga. "Dollar AS melemah menjelang pengumuman hasil FOMC pada Kamis dini hari nanti," ujar Ibrahim, Rabu (15/3).
Penyebabnya, pelaku pasar melakukan profit taking, sehingga menekan nilai tukar dollar AS. Hingga pukul 13.50 WIB, indeks dollar AS turun 0,17% ke level 101,53 dibanding hari sebelumnya.
Harga aluminium masih berpotensi menguat. Ada beberapa faktor pendukung. Pertama, stok aluminium di LME sepanjang sepekan pertama Maret 2017 turun dibanding periode yang sama bulan sebelumnya. Penurunan stok sebesar 0,80% ini merupakan penurunan mingguan terbesar sejak Desember 2008.
Kedua, inflasi AS di Februari 2017 berpotensi melorot menjadi 0%. Di Januari, AS mencetak inflasi 0,6%. Sementara inflasi inti diprediksi melambat dari 0,3% menjadi 0,2%. "Jadi harga aluminium bisa terus naik pada Kamis, terutama jika The Fed tidak memberi sinyal jelas mengenai langkah pasca rapat FOMC bulan ini," kata Ibrahim.
Ibrahim memprediksi, sampai akhir semester satu, harga aluminium berpotensi bergerak ke US$ 2.000 per metrik ton. Ini berkaca pada rencana pemerintah China menggenjot kredit dan pengeluaran untuk sektor infrastruktur.
Hal ini sejalan dengan proyeksi Morgan Stanley, yang menaikkan prediksi harga aluminiumnya sepanjang tahun ini sebanyak 4% dibanding proyeksi awal tahun 2017 menjadi US$ 1.858 per ton. Hari ini (16/3) harga berpotensi koreksi terbatas di kisaran US$ 1.730-US$ 1.975 per ton. Sepekan ke depan, harga akan bergerak antara US$ 1.790-US$ 1.890 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News