kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.855   57,00   0,36%
  • IDX 7.134   -26,98   -0,38%
  • KOMPAS100 1.094   -0,62   -0,06%
  • LQ45 868   -3,96   -0,45%
  • ISSI 217   0,66   0,31%
  • IDX30 444   -2,90   -0,65%
  • IDXHIDIV20 536   -4,36   -0,81%
  • IDX80 126   -0,06   -0,05%
  • IDXV30 134   -2,14   -1,58%
  • IDXQ30 148   -1,23   -0,83%

Produksi Nikel Matte Vale Indonesia (INCO) Naik 18% Sepanjang 2023


Minggu, 11 Februari 2024 / 13:56 WIB
Produksi Nikel Matte Vale Indonesia (INCO) Naik 18% Sepanjang 2023
ILUSTRASI. Vale Indonesia (INCO) memproduksi 70.728 metrik ton nikel dalam matte pada tahun 2023.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) melaporkan kenaikan kinerja operasional sepanjang 2023. INCO memproduksi 70.728 metrik ton nikel dalam matte pada tahun 2023. Realisasi ini naik 18% dari produksi tahun 2022 yang hanya 60.090 ton nikel matte.

“Meskipun menghadapi berbagai tantangan di sepanjang tahun, kami berhasil melampaui target produksi untuk tahun 2023,” terang Febriany Eddy, CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Minggu (11/12).

Adapun produksi pada triwulan IV- 2023 mencapai 19.084 ton nikel dalam matte. Jumlah ini 6% lebih tinggi dibandingkan dengan volume produksi yang dicatat pada kuartal III-2023 yang sebesar 17.953 ton nikel matte. Realisasi tersebut juga naik 18% secara year-on-year (YoY) sebesar 16.183 ton pada kuartal IV-2022.

Menurut Febriany, kenaikan produksi merupakan hasil dari strategi pemeliharaan yang efektif serta peningkatan kinerja di area tambang dan pabrik pengolahan sepanjang tahun 2023. Hal ini mendorong produksi lebih tinggi secara triwulanan

INCO memperkirakan produksi nikel matte tahun ini ada di angka 70.000 ton. Angka ini tidak mengalami kenaikan dari estimasi produksi tahun lalu.

Baca Juga: Laba Bersih Vale Indonesia (INCO) Naik 36,89% Sepanjang 2023

Chief Financial Officer Vale Indonesia Bernardus Irmanto, menyebut, ada dua faktor yang menyebabkan produksi cenderung sama. Pertama, faktor tingkat pemeliharaan alat tambang, jumlah hari yang digunakan untuk pemeliharaan alat akan semakin banyak pada tahun ini. Tentu, hal ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan alat produksi tambang.

Kedua, tingkat produksi juga memperhatikan grade nikel yang ada di area tambang yang berpengaruh terhadap output. “Kalau dinormalisasikan sebenarnya kami berpeluang berproduksi lebih tinggi. Namun,  dengan 2 faktor ini, maka tingkat produksi yang feasible di level 70.000-an ton,” terang Irmanto.

Irmanto mengklaim, pihaknya berupaya agar pemeliharaan alat berjalan optimal sehingga tingkat utilisasi alat menjadi tinggi sehingga berdampak pada naiknya produksi di tahun mendatang. INCO juga mengupayakan untuk bisa mendapatkan bijih nikel dengan grade yang lebih baik sehingga output produksi menjadi lebih baik

Baca Juga: MIND ID dan Vale Sudah Menyepakati Harga Divestasi Saham INCO, Juga Soal Pengendali

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan menyematkan rekomendasi trading buy terhadap saham INCO dengan target harga Rp 4.900 per saham. Target harga ini menyiratkan price to earnings (P/E) ratio sebesar 11,7 kali untuk 2024.

Rizkia memandang potensi upside saham INCO cukup terbatas dalam jangka pendek hingga rampungnya proyek-proyek smelternya pada 2026 mendatang. Namun, Rizkia memandang positif terhadap pengembangan proyek-proyek milik INCO, yang nantinya akan memenuhi kebutuhan industri hilir nikel Indonesia dan akan mendukung rantai pasokan electric vehicle (EV).

Mirae Asset Sekuritas menaksir harga nikel memang masih akan tetap tinggi, namun harganya tidak naik  lebih tinggi. Ini karena banyaknya pasokan nikel kelas II dari Indonesia dan aktivitas perekonomian global, terutama di China, masih lesu.

Secara historis, harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) mencerminkan sekitar 75% dari harga acuan London Metal Exchange (LME). Dus, Mirae Asset berasumsi bahwa ASP INCO akan berada di kisaran US$ 13.850 per ton pada tahun ini.

Namun, ada sejumlah risiko yang membayangi rekomendasi ini, di antaranya keterlambatan pelaksanaan proyek, penurunan harga nikel lebih lanjut yang dibarengi dengan kenaikan harga bahan bakar dan energi, serta perubahan regulasi pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×