Reporter: Nur Qolbi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten jasa konstruksi terintegrasi PT PP Presisi Tbk (PPRE) meraih total kontrak baru dari jasa pertambangan sebesar Rp 2,9 triliun sepanjang 2021. Kontrak-kontrak tersebut mayoritas berasal dari Weda Bay Nickel sebagai kontraktor mining development dan Tambang Nikel Morowali sebagai mining contractor.
Direktur Utama PT PP Presisi Tbk Rully Noviandar mengatakan, dari Weda Bay Nickel, PPRE mengantongi total kontrak Rp 1,8 triliun hingga Desember 2021. "Kemudian, kami mendapatkan tambahan nilai kontrak baru sebesar Rp 311 miliar pada Januari 2022 untuk pekerjaan jasa hauling," ucap Rully dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/3).
Untuk tahun 2022, PPRE optimistis dapat kembali memperoleh kontrak baru jasa tambang yang besar, terutama untuk lingkup pekerjaan mining contractor. Weda Bay Nickel masih menjadi salah satu incaran PPRE untuk mendapatkan peluang pekerjaan sebagai kontraktor utama.
Mengingat, Weda Bay Nickel merupakan salah satu tambang nikel terbesar di dunia. PPRE yakin, Weda Bay akan menambah kapasitas kontraktornya seiring dengan adanya peningkatan target produksi hingga 30 juta ton per tahun, dari target produksi 2021 yang sebesar 16 juta-20 juta ton.
Baca Juga: PP Presisi (PPRE) Fokus Sebagai Kontraktor Tambang Nikel
"Hal ini tentunya menjadi salah satu peluang besar bagi PPRE untuk dapat berperan, mengingat kami telah terlibat dalam beberapa lingkup pekerjaan pertambangan lainnya di Weda Bay," kata Rully.
Selain Weda Bay, PPRE juga tengah melakukan penjajakan pada beberapa potensi lain untuk tambang nikel maupun mineral lainnya, seperti bauksit, silika, dan emas di wilayah Sulawesi maupun Kalimantan. Pekerjaannya berada dalam lingkup mining development maupun mining contractor.
PPRE memperkirakan, total potensi kontrak tersebut dapat mencapai lebih dari Rp 5 triliun. Seiring dengan potensi kontrak yang besar, PPRE berencana meningkatkan kapasitas alat beratnya dengan menaikkan alokasi belanja modal hingga 20% dibanding belanja modal tahun 2021 yang sebesar Rp 336 miliar.
PPRE melihat prospek cerah pada bisnis jasa pertambangan mineral. Pasalnya, setelah berhasil dengan hilirisasi nikel, pemerintah berencana memperluas hilirisasi pada tambang mineral lainnya seperti bauksit, timah, dan tembaga yang cadangannya juga dimiliki oleh Indonesia dengan jumlah yang besar.
Kebijakan perluasan hilirisasi tersebut diambil karena pemerintah meyakini, bauran energi Energi Baru Terbarukan (EBT) harus secepatnya dilakukan sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada pasokan batubara dan pengurangan dampak karbon.
Seperti diketahui, tembaga, bauksit, silika, lithium, dan cobalt merupakan sebagian dari jenis metal penting yang akan digunakan dalam teknologi masa depan serta merupakan elemen vital bagi kebangkitan EBT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News