Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap mata uang lainnya akibat penurunan inflasi yang melebihi perkiraan. Meski begitu, investasi pada mata uang Paman Sam itu dinilai masih menarik walaupun terjadi kemunduran timing penguatan harga.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan bahwa penurunan inflasi AS sebetulnya tidak mengejutkan. Sebab harga energi, terutama gas alam dan harga makanan yang sudah mulai stabil.
Namun, dengan hasil inflasi tersebut ia menilai setidaknya akan memungkinkan bagi The Fed untuk less hawkish pada pertemuan FOMC di akhir Juli.
"Walau saya melihat belum saatnya The Fed menjadi dovish lantaran inflasi umum menjadi 3%, tidak jauh dari target 2%, tetapi investor juga perlu diingatkan apabila inflas inti masih di 4,8% dari target 2%," paparnya.
Baca Juga: Dolar AS Masih Menjadi Instrumen Investasi Valas yang Menarik
Oleh sebab itu, ia memperkirakan dolar AS masih akan tertekan dan baru akan rebound di kuartal I 2024 atau paling cepat kuartal IV 2023. Walau tertekan, penurunannya dinilai tidak akan terlalu signifikan dibandingkan mata uang lainnya.
"EUR contohnya, saya perkirakan naik walau terbatas di kisaran 1,12-1,13; GBP di kisaran 1,32; serta rupiah masih menunggu revisi PP DHE dan saat ini masih tertekan perlambatan ekonomi regional terutama China sehingga rupiah akan berkisar Rp 14.700 - Rp 15.100," katanya.
Selain itu juga, downside dolar AS dilihatnya sudah terbatas. Sementara untuk potensi upside masih sangat besar.
Selain dolar AS, Lukman berpandangan CHF dan Yen juga menarik untuk dicermati. Prospek CHF didorong dari posisinya yang sudah mencapai level terkuat sejak 2015, sementara prospek Yen didorong dari perkembangannya saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News