Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tendi Mahadi
"Kalau jor-joran ada kekhawatiran terjadi default dari perusahaan properti dan risiko di pasar keuangan," paparnya.
Untuk Indonesia sendiri, kedua ekonom menilai prospeknya positif. Hanya saja, Fikri menerangkan saat ini rupiah masih dibayangi ketidakpastikan politik karena masih ada gugatan terkait hasil Pilpres.
Selain itu pelantikan pemerintahan baru juga terjadi di Oktober, sehingga investor masih akan melihat komposisi kabinet yang diusung Presiden dan Wakil Presiden yang baru.
"Hal ini menimbulkan perilaku wait and see juga," sebutnya.
Fikri menambahkan, hal lain untuk Indonesia adalah potensi pertumbuhan ekonomi dari dalam negeri. Ini seiring menguatnya konsumsi di momen Lebaran dan THR.
"Jadi untuk saat ini saya pikir dari sisi dalam negeri yang perlu dikuatkan untuk menjaga rupiah tetap stabil," sambungnya.
Ia pun berpandangan, rupiah akan berada di kisaran Rp 15.400 pada semester I 2024. Namun dengan catatan penurunan suku bunga the Fed terjadi di Mei atau Juni, dan paling lambat di Juli.
Sementara di akhir tahun diproyeksikan Rp 15.200, dengan catatan terjadi penurunan suku bunga dan pemulihan ekonomi mitra dagang, serta risiko geopolitik berkurang.
"Jika tidak terjadi maka rupiah di akhir tahun diperkirakan di Rp 15.400 per dolar AS," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News