Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Veteran trader Peter Brandt menilai, pergerakan harga Bitcoin (BTC) saat ini menunjukkan pola yang menyerupai gelembung harga kedelai pada dekade 1970-an, periode ketika harga komoditas tersebut sempat melonjak tajam sebelum anjlok hingga 50%.
Menurut Brandt, pola serupa sedang terbentuk di grafik Bitcoin dan berpotensi menjadi sinyal koreksi besar.
“Bitcoin tengah membentuk pola broadening top yang langka. Pola ini dikenal sebagai penanda puncak harga,” ujar Brandt kepada Cointelegraph pada Rabu (22/10/2025).
“Pada 1970-an, kedelai juga membentuk pola seperti ini dan kemudian turun 50% nilainya,” tambahnya.
Baca Juga: Aset Kripto Bitcoin dan Ethereum Masih Tertekan, Begini Prospeknya di Akhir Tahun
Potensi Penurunan ke Level US$ 60.000
Brandt memperingatkan bahwa jika sejarah berulang, koreksi tajam Bitcoin bukan tidak mungkin terjadi.
Ia bahkan menyebut reli besar yang selama ini dinanti komunitas kripto mungkin tidak akan terwujud.
“Lonjakan terakhir Bitcoin bisa jadi tidak akan datang. Sebaliknya, Bitcoin bisa turun hingga level bear market di sekitar US$ 60.000,” kata Brandt.
Jika skenario itu terjadi, menurut Brandt, dampaknya tak hanya akan dirasakan investor ritel, tetapi juga perusahaan publik pemegang Bitcoin besar seperti MicroStrategy, yang sahamnya (MSTR) telah turun lebih dari 10% dalam 30 hari terakhir akibat tekanan pada nilai aset bersih (net asset value) treasury Bitcoin mereka.
Baca Juga: Pasar Kripto Merah Akibat Tekanan Jual, Ini Sentimen yang Perlu Dicermati Investor
Pandangan Berbeda dari Analis Lain
Meski demikian, sejumlah analis lain justru menilai tren Bitcoin masih memiliki ruang kenaikan besar.
Arthur Hayes, pendiri BitMEX memperkirakan satu reli utama masih tersisa dalam siklus ini, dengan potensi harga mencapai US$ 250.000 per BTC.
Data CoinGlass menunjukkan kuartal IV secara historis menjadi periode terkuat bagi Bitcoin, dengan rata-rata pengembalian 78,49%.
Bulan Oktober pun biasanya menjadi fase positif bagi aset kripto terbesar tersebut.
Namun, sentimen pasar kini berubah hati-hati setelah kebijakan tarif baru Presiden AS Donald Trump memicu gejolak di pasar keuangan global, termasuk kripto.
Baca Juga: OJK dan IAI Sepakati Pelaporan Keuangan Aset Kripto Sesuai SAK Indonesia
Indeks Ketakutan Kripto Sentuh Level “Extreme Fear”
Dalam pembaruan Rabu (22/10), Crypto Fear & Greed Index menunjukkan skor 25 atau level “Extreme Fear”, menandakan meningkatnya kecemasan investor meskipun Oktober secara historis bersifat bullish.
Akun analis AlphaBTC di platform X menulis, “Bitcoin benar-benar perlu bertahan di level saat ini, menjaga tren higher lows tetap utuh, dan mencoba kembali menembus level pembukaan bulanan di mana ia ditolak kemarin.”
Di sisi lain, analis dari 21Shares, David Hernandez, menilai peluang kenaikan masih terbuka jika data inflasi AS (CPI) menunjukkan pelonggaran.
“Bitcoin sedang menunggu momentum untuk melonjak kembali peluang itu bisa datang kapan saja jika narasi immaculate disinflation berlanjut,” ujar Hernandez.
Baca Juga: Nilai Transaksi Kripto Diproyeksi Naik di Kuartal IV 2025, Ini Alasannya
Sementara itu, pendiri MN Trading Capital, Michaël van de Poppe, menyoroti penurunan harga emas sebesar 5,5% dari level tertingginya baru-baru ini sebagai sinyal bahwa rotasi aset menuju Bitcoin dan altcoin mulai terjadi.
Melansir data Coinmarketcap pukul 15.47 WIB, harga Bitcoin pada level US$108.370 atau naik 0,78% dalam 24 jam terakhir.
Selanjutnya: BI Masih Buka Ruang Pemangkasan Suku Bunga Acuan Sebelum Tutup Tahun 2025
Menarik Dibaca: Hindari Produk Palsu, Ini Panduan Berbelanja Susu di Platform Online dari Lazada
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News