Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Analis CLSA Sekuritas Norman Choong dalam risetnya yang dirilis pada 14 Juni melihat ada beberapa hal yang dapat menghambat kinerja PGAS di tahun ini. Valuasi PGAS tetap mahal dan profitabilitasnya paling rendah, tanpa katalis yang jelas terlihat.
Mayoritas saham PGAS dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Norman melihat, hal ini akan menentukan keputusan investasi, belanja modal, dan penunjukan manajemen PGN. Dengan hal tersebut, Norman melihat ada risiko bahwa pemerintah pada suatu saat akan berusaha mengendalikan harga gas dalam negeri, yang berpotensi mempengaruhi profitabilitas PGAS.
Dia menilai bahwa saat ini PGAS menyoroti harga gas US$ 6 dapat diperluas ke lebih banyak industri, dan keputusan ini sedang menunggu disetujui oleh Kementerian ESDM. Manajemen juga memperkirakan akan menurunkan panduan 2021 setelah perpanjangan pemotongan harga.
Baca Juga: Sebagian emiten BUMN tak bagi dividen tahun buku 2020, ini prospeknya menurut analis
Selain itu, PGAS juga menghadapi masalah pasokan gas karena gangguan dari pemasok utama gasnya, ConocoPhilips. Gangguan pasokan ini dapat berkisar antara 50 mmscfd-100 mmscfd dari April hingga Agustus. Dengan begitu, dia juga melihat bahwa kemungkinan besar PGAS akan merevisi target volume setahun penuh dari 894-930 mmscfd menjadi sekitar 850 mmscfd.
Namun, dengan munculnya energi terbarukan, Norman menilai bearish PGAS untuk jangka panjang karena eksposurnya terhadap minyak. Selain itu keberhasilan divestasi PT Saka Energi Indonesia (Saka) merupakan katalis potensial.
Restu merekomendasikan beli saham PGAS dengan target harga Rp 1.770 per saham. Sedangkan Norman memandang underperform PGAS dengan target harga Rp 1.215 per saham. Niko merekomendasikan beli saham PGAS dengan target harga Rp 1.700 per saham.
Selasa (15/6), harga saham PGAS berada di Rp 1.160 per saham.
Baca Juga: PGN dan Rekind jalin kerja sama pemanfaatan gas pra produksi Jambaran-Tiung Biru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News