Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia menilai prospek ekonomi Indonesia positif selama sisa tahun ini dan memproyeksikan pertumbuhan PDB riil Indonesia sebesar 5,2%. Sementara, defisit neraca transaksi berjalan masih akan melebar menjadi 2%.
Kepala Riset Ekuator Swarna David Sutyanto mengatakan, pertumbuhan ini bisa membawa angin segar terhadap sentimen negatif yang membayangi pasar beberapa waktu belakangan. "Sebenarnya Indonesia dalam kondisi baik, hanya saja pemerintah mematok pertumbuhan yang agak over. Ini bisa jadi booster bagi investor yang menganggap Indonesia tidak capai target," ujar David.
Dengan laporan ini menurut David bisa meyakinkan pasar bahwa Indonesia masih tumbuh meskipun di bawah ekspektasi.
Namun, menurutnya pergerakan IHSG ke depan tak hanya bergantung dari data pertumbuhan ekonomi semata. "Pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya indikator pertumbuhan IHSG, faktor global masih lebih dominan," ujar David.
Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan mengatakan, laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2018 ini cukup mengobati penurunan IHSG yang terjadi beberapa bulan terakhir. Sebab, pasar punya ekspektasi tinggi terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Meski begitu, Alfred mengatakan untuk kembali berada di level 6.700 IHSG masih membutuhkan angka laporan pertumbuhan di semester dua. "Statement dari Bank Dunia saat ini belum akan membawa banyak perubahan terhadap IHSG," ujar Alfred.
Alfred menilai laju IHSG masih akan bergantung dengan laporan pertumbuhan di kuartal II dan kuartal III. "Kalau sampai akhir tahun 2018 ada indikator angka-angka ekonomi bagus dan signifikan, bisa beri sentimen positif bagi pasar," kata Alfred.
Selain itu, IHSG juga akan menghadapi tahun politik. Menurut Alfred, biasanya investor tak agresif pada saat tahun politik. "Jika ditambah angka pertumbuhan yang kurang bagus bisa mempengaruhi kinerja IHSG," kata Alfred.
Akan tetapi, Alfred belum merevisi proyeksi target IHSG. Dia menilai sampai akhir tahun, IHSG bisa melaju hingga ke level 6.700.
Sedangkan, David memproyeksikan IHSG bisa berada atas 6.000 jika kondisi global cenderung kondusif. Di sisi lain, David menilai pergerakan harga komoditas justru cukup mempengaruhi laju pertumbuhan Indonesia. Maklum, saat ini Indonesia masih termasuk net exporter dari beberapa produk komoditas dunia, salah satunya batubara.
Bank Dunia juga menilai hal yang sama. Harga komoditas global yang tinggi mendorong pertumbuhan investasi terutama dalam pembelian mesin, peralatan dan kendaraan. Investasi ini menghasilkan pertumbuhan modal tercepat dalam periode lebih dari lima tahun.
Namun, IHSG juga berpeluang berada di kisaran 5.000 jika pasar global bergejolak. Bank Dunia menilai risiko terhadap prospek ekonomi Indonesia masih berlanjut karena gejolak di pasar keuangan global dan gangguan terhadap perdagangan internasional.
Menurut Analis Panin Sekuritas, William Hartanto, kondisi IHSG juga masih membutuhkan beberapa obat kuat, antara lain stabilitas rupiah. "Saat ini, prospek jangka pendek masih cukup baik, tapi masih perlu pembuktian apakah penguatan rupiah bisa dipertahankan," ujar William.
William menambahkan, jika rupiah konsisten menguat bisa jadi sentimen positif bagi laju pertumbuhan IHSG hingga akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News