Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang beberapa kali menaikkan suku bunga acuan atau BI 7 Day Repo Rate (7DRR) menjadi berkah tersendiri bagi Jakarta Islamic Index (JII).
Kenaikan suku bunga acuan yang memukul kinerja saham dari emiten perbankan berhasil membuat kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan indeks saham utama lainnya seperti LQ45 dan IDX30 melambat. Terang saja, saham-saham tersebut punya porsi yang cukup besar di bursa saham Tanah Air.
Tetapi hal itu merupakan pengecualian bagi JII lantaran saham-saham dari emiten perbankan yang mengandung unsur riba tidak bisa bergabung ke indeks syariah pertama di Tanah Air itu.
Sebagai informasi, JII merupakan indeks yang terdiri dari 30 saham paling likuid dari emiten yang yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum syariah atau masuk ke dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penghuni JII diseleksi ulang dua kali dalam setahun yaitu pada bulan Mei dan bulan November tahun berjalan oleh DES dan OJK.
Analis Senior Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih mengatakan moncernya kinerja JII mulai terlihat sejak bulan Juni 2018 lalu ketika kinerjanya mulai melampaui kinerja IHSG. Hal tersebut kata dia sangat mungkin berlanjut apabila sentimen negatif dari kenaikan suku bunga acuan masih terus berlanjut juga.
“Pada umumnya dalam enam tahun terakhir kinerja IHSG selalu lebih tinggi dari kinerja JII, tapi dengan adanya sentimen negatif dari suku bunga acuan tentu hal itu bisa berubah. Karena seperti yang kita ketahui perbedaan prinsip saham syariah dengan konvensional ada di pemasukan bunga atau utang dengan bunga. Pada indeks konvensional bobot terbesar di perbankan, sehingga kinerja perbankan menjadi penentu perbedaan kinerja indeks syariah terhadap indeks konvensional,” kata Alfatih kepada Kontan.co.id pada Senin (11/2).
Sementara itu Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menilai kinerja JII masih memperlihatkan tren peningkatan alias uptrend. Walaupun hari ini ditutup dengan koreksi sebesar 1% di level 710,37 tapi, secara tahunan atau dari awal tahun ini JII berhasil mencatatkan kenaikan sebesar 3,67%.
Sebagai informasi, pada perdagangan perdana tahun 2019, JII tercatat dibuka di level 684,92. “Koreksi yang terjadi hari ini bisa dibilang sebagai koreksi wajar. Untuk level support saya proyeksi ada di level 700,” kata Nafan.
Lebih lanjut Nafan bilang bahwa saham-saham yang bercokol di JII hingga kini masih dibayang-bayangi oleh sentimen positif dari dalam negeri, terutama dari kebijakan pemerintah yang mendorong konsumsi dalam negeri dan menggenjot pembangunan infrastruktur. Selain itu, kondisi perekonomian dalam negeri yang stabil juga ikut berpengaruh pada kinerja saham-saham penghuni JII yang didominasi oleh saham-saham emiten barang konsumsi, aneka industri, dan konstruksi itu.
Menurut Nafan, kencangnya kinerja JII tak lepas pula dari tingginya kesadaran masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam untuk berinvestasi sesuai dengan hukum atau syariat Islam. Tak heran banyak investor yang mulai mengalihkan portofolionya ke saham-saham yang masuk dalam DES dan tentunya punya fundamental serta kinerja yang baik.
Lain halnya dengan William Hartanto, Analis Panin Sekuritas menilai apabila mengesampingkan kepercayaan yang dianut oleh masing-masing investor, mengalihkan seluruh portofolio ke saham-saham yang dinilai masuk dalam kategori syariah bukanlah pilihan yang tepat. Alasannya, saham-saham tersebut punya kemungkinan juga dikeluarkan dari indeks.
“Selain itu yang namanya trend pada waktunya akan berakhir. Saat ini memang kinerja saham-saham syariah mungkin membaik, tapi ada waktunya akan jenuh lagi, itu yang dikhawatirkan jadi sebaiknya tetep lakukan diversifikasi ke saham-saham nonsyariah atau konvensional,” tutup William.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News