Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Per 2018, aset PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) meningkat 23,4% secara tahunan menjadi Rp 3,85 triliun dari Rp 3,12 triliun. Menurut Direktur BINA Kung Hui Ngo, pertumbuhan ini didorong oleh dana pihak ketiga yang tumbuh 34,1% year on year (yoy), dari Rp 1,89 triliun menjadi Rp 2,54 triliun.
Selanjutnya, kenaikan aset ini juga disokong oleh peningkatan penyaluran kredit BINA sepanjang tahun lalu. Per 2018, penyaluran kredit BINA naik 19,7% yoy menjadi Rp 1,76 triliun dari Rp 1,47 triliun.
Jika dilihat berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit tertinggi adalah untuk sektor jasa dunia usaha, yakni sebesar Rp 773 miliar atau 44% dari total penyaluran kredit bank. Disusul oleh sektor perdagangan, restoran, hotel sebesar 16%.
Kemudian, jasa-jasa sosial kemasyarakatan sebesar 9%. Sisanya disalurkan ke sektor industri pengolahan, pertambangan, pertanian, transportasi, konstruksi, dan lain-lain.
Sementara itu, jika dilihat berdasarkan kredit ke UMKM dan non-UMKM, penyaluran BINA ke UMKM adalah sebesar 16,03% atau sebanyak Rp 282 miliar. Sementara itu, sebanyak 1,47 triliun atau sebesar 83,97% adalah untuk ke non-UMKM.
Kemudian, jika dilihat dari pembagian kredit berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh paling besar yakni 57,9% secara yoy, dari Rp 344 milir per 2017 menjadi Rp 544 miliar. Disusul kredit modal kerja yang tumbuh 26,6% tahunan dari Rp 913 miliar menjadi Rp 1,15 triliun. Sebaliknya, kredit konsumsi menurun 72,2% yoy, dari Rp 212 miliar ke Rp 59 miliar.
Meskipun penyaluran kredit secara total tumbuh, BINA berhasil menekan rasio non-performing loan (NPL) gross-nya dari 4,6% pada 2017 menjadi 2,43% pada 2018. Sementara NPL net berhasil ditekan dari 2,48% menjadi 2,06%.
Seiring dengan aktiva produktif yang meningkat, BINA juga mencatatkan kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 13,6% secara tahunan, dari Rp 126 miliar menjadi Rp 143 miliar. Akan tetapi, peningkatan beban CKPN dan beban operasional meningkat sehingga menggerus laba bersih.
“Peningkatan beban ini terjadi seiring dengan perluasan jaringan kantor, penambahan infrastruktur, dan biaya jaringan,” kata Kung Hui Ngo, Jumat (10/5). Hasilnya, laba bersih BINA menurun 37,9% secara tahunan dari Rp 18 miliar menjadi Rp 11 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News