Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Kinerja penjualan alat berat PT United Tractors Tbk (UNTR) kian tenggelam. Sepanjang Mei 2013, anak usaha Grup Astra itu hanya mampu memasarkan alat berat "Komatsu" sebanyak 401 unit, turun 11,48% dibanding April yang tercatat 453 unit.
Ini merupakan rekor terburuk penjualan bulanan UNTR sejak awal tahun 2013. Imbasnya, penjualan "Komatsu" periode Januari-Mei 2013 hanya menyentuh 2.126 unit, melorot 42,99% dari periode sama tahun lalu yang sebanyak 3.279 unit.
Sara K. Loebis, Sekretaris Perusahaan UNTR menyatakan, kian melempemnya penjualan "Komatsu" masih disebabkan oleh fluktuasi harga komoditas baik dari sektor pertambangan batubara maupun perkebunan.
"Jadi pengusaha (batubara) membatasi investasinya," ujar dia kepada KONTAN, Kamis (27/6). Ini memang terlihat jelas dari terjungkalnya penjualan alat berat ke sektor pertambangan. Di lima bulan pertama 2013, sektor pertambangan hanya menyerap 50% alat berat "Komatsu".
Padahal, pada periode sama 2012, sektor ini masih digdaya dengan menyerap 61% dari total penjualan alat berat UNTR. Untungnya, penjualan alat berat ke sektor lain tidak sesuram pertambangan batubara.
Kontribusi sektor konstruksi misalnya sudah mencapai 21% dari total penjualan alat berat UNTR di Januari-Mei 2013. Bandingkan dengan penyerapan sektor konstruksi di periode sama 2012 yang masih di level 13% dari total penjualan "Komatsu".
Leonardo Henry Gavaza, Analis Bahana Securities dalam risetnya menulis, tren suram penjualan "Komatsu" bakal berlanjut hingga akhir tahun. Dalam hitungan dia, UNTR diprediksi hanya mampu meraup penjualan rata-rata bulanan sebanyak 389 unit di sisa 7 bulan ke depan.
Dampaknya, penjualan alat berat UNTR di 2013 diyakini bakal turun 22% year-on-year (yoy) menjadi 4.848 unit. Toh, manajemen punya beberapa strategi untuk setidaknya meminimalisir efek negatif terjungkalnya penjualan "Komatsu" terhadap kinerja finansial UNTR.
Sara bilang, UNTR terus berusaha memacu kontribusi layanan purna jual alat berat. Sub-segmen ini memang tengah menggeliat karena para klien cenderung memilih melakukan perawatan ketimbang membeli alat berat baru.
Namun, kontribusi layanan purna jual tentunya tidak dapat mengkompensasi melempemnya penjualan alat berat ke sektor batubara. "Hanya membantu mengurangi kurva penurunannya saja," jelas Sara.
Di sisi lain, UNTR memaksimalkan kinerja operasional sektor kontraktor pertambangan yang dijalankan PT Pamapersada Nusantara (Pama). Di Januari-Mei 2013, ekstraksi batubara Pama memang masih tumbuh menjadi 40,5 juta ton dari periode sama 2012 yang sebanyak 37 juta ton.
Sayangnya, volume pengupasan tanah atau overburden removal Pama di lima bulan pertama 2013 hanya naik tipis menjadi 337,5 juta bank cubic meter (bcm) dari Januari-Mei tahun lalu yang sebanyak 337,2 juta bcm.
Meski begitu, dua strategi tersebut dinilai tidak akan cukup mampu mengerem penurunan laba bersih perusahaan. Leonardo menghitung, UNTR hanya akan mampu membukukan laba bersih Rp 5,02 triliun di akhir 2013, turun 13,08% dibandingkan tahun lalu yang tercatat Rp 5,78 triliun.
Maklum, bisnis lain UNTR yakni pertambangan batubara diprediksi ikut melempem di tahun ini. Menurut Leonardo, penjualan batubara UNTR di tahun ini hanya akan mencapai 5 juta ton, turun 11% yoy.
Prediksi ini cenderung sahih jika menilik kinerja sepanjang Januari-Mei 2013. Penjualan batubara UNTR dari dua tambang yakni PT Prima Multi Mineral (PMM) dan PT Tuah Turangga Agung (TTA) turun 28,68% yoy menjadi 1,86 juta ton.
Begitu suramnya prospek fundamental perusahaan membuat Leonardo merekomendasi reduce UNTR dengan target harga Rp 15.000 per saham. Target harga mencerminkan price-to-earning ratio (PER) 2014 senilai 10,6 kali.
Kamis (27/6), harga UNTR ditutup memerah 1,15% ke level Rp 17.200 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News