Reporter: Auriga Agustina | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepekan terakhir, pasar saham dan nilai tukar rupiah cenderung tertekan. IHSG pun sudah turun 2,85% dalam lima hari belakangan.
Meski demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini, kondisi pasar modal dalam negeri masih kondusif. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar modal OJK Hoesen mengatakan, hal ini terlihat dari aktivitas penggalangan dana melalui pasar modal yang cukup ramai.
Bahkan di tahun ini, penjaringan dana dari pasar modal bisa melampaui pencapaian tahun 2017 silam. Informasi saja, pada tahun lalu lalu, ada 46 emiten yang menggalang dana melalui penerbitan saham dan obligasi baru.
“Di samping itu, OJK terus berkoordinasi dengan pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas di sektor jasa keuangan," kata Hoesen di Jakarta, Jumat (7/9).
Saat ini OJK tengah fokus melaksanakan pendalaman di sektor jasa keuangan khususnya di pasar modal dengan berbagai kebijakan di sisi demand, supply dan infrastruktur.
Dari sisi demand, OJK akan mengedepankan berbagai program, meliputi pengaturan perusahaan efek daerah dan perantara pedagang efek bersifat utang dan sukuk, pengembangan transaksi online pemesanan reksadana, implifikasi pembukaan rekening dan mendorong perusahan efek daerah.
Sementara program dari sisi supply, misalnya, mendorong penerbitan produk mikro, pengembangan obligasi, sukuk daerah, dana tapera, rencana variasi produk reksadana syariah, pengembangan produk derivatif dan percepatan proses penawaran umum.
Program terakhir dari sisi infrastruktur meliputi lembaga pendanaan efek, implementasi e-registration, implementasi electronic trading platform tahap II, implemntasi e-book building dan penyelesaian T+3 menjadi T+2 yang rencananya akan diimplementasikan pada November 2018.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara juga menegaskan, kondisi ekonomi Indonesia lebih baik ketimbang negara-negara berkembang lainnya.
"Hal itu karena pertumbuhan ekonomi yang sehat, terkendalinya inflasi, ruang moneter yang memadai, terjaganya kepercayaan konsumen, dan stabilitas politik," ungkap Suahasil.
Sebelumnya, BI melihat meningkatnya tren Impor perdagangan di Indonesia mencerminkan meningkatnya permintaan dan aktivitas ekonomi domestik, Di sisi lain kondisi ini berdampak pada meningkatnya defisit berjalan yang mencapai US$ 8 miliar di kuartal II tahun ini.
Dalam menghadapi defisit transaksi berjalan, saat ini pemerintah tengah melakukan strategi perbaikan melalui kebijakan fiskal diantaranya pengendalian impor melalui penggunaan B20, kenaikkan tarif impor barang konsumsi, peningkatan komponen lokal pada proyek infrastruktur serta mendorong ekspor dan investasi.
Suhasil mengatakan, tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan bersumber dari dinamika perekonomian global seperti tekanan pasar keuangan akibat normalisasi moneter AS, moderasi ekonomi Tiongkok, proteksionisme, perang dagang antara AS dengan Tiongkok, ketegangan geopolitik dan perubahan iklim atau cuaca ekstrim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News