Reporter: Umi Kulsum | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Laju perdagangan surat utang negara (SUN) pada penutupan Selasa (16/5) tercatat positif. Imbal hasil SUN kian mengalami penurunan berkat nilai tukar rupiah yang mengalami penguatan.
Di pasar spot, Selasa (16/5) valuasi rupiah bergerak menguat 0,02% ke level Rp 13.300 per dollar AS dibanding hari sebelumnya. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia, posisi rupiah terangkat 0,15% di level Rp 13.298 per dollar AS.
Otomatis, hal tersebut jadi katalis positif di tengah investor menantikan rilisnya data permintaan pembiayaan kredit perumahan serta beberapa data penting Amerika lainnya.
"Stabilnya nilai tukar rupiah tersebut tidak lepas dari data neraca perdagangan April 2017 senilai US$ 1,238 miliar mengalami kenaikan sebesar US$ 4 juta dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya," kata Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra.
Perubahan tingkat imbal hasil berkisar antara 1 - 5 bps dengan rata - rata mengalami penurunan sebesar 2 bps. Penurunan imbal hasil terjadi pada hampir keseluruhan seri SUN.
Sementara, volume perdagangan SUN yang dilaporkan senilai Rp 11,74 triliun dari 34 seri yang diperdagangkan. Nominal tersebut mengindikasikan bahwa pelaku pasar masih cukup aktif melakukan transaksi perdagangan seiring dengan kenaikan harga SUN di pasar sekunder.
Adapun volume perdagangan SUN seri acuan yang dilaporkan senilai Rp 2,66 triliun. Surat Pembendaharaan Negara seri SPNS03112017 menjadi Surat Utang Negara dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp 1,33 triliun dari 13 kali transaksi di harga rata - rata 97,54%. Lalu diikuti oleh perdagangan Obligasi Negara seri FR0061 senilai Rp 902 miliar dari 28 kali transaksi di harga rata - rata 101,2%.
Dengan begitu, Made memperkirakan harga SUN perdagangan Rabu (17/5) masih berpeluang mengalami kenaikan meskipun akan dibayangi oleh adanya aksi ambil untung oleh investor.
"Kenaikan harga SUN pada perdagangan hari ini masih akan dipengaruhi oleh stabilnya nilai tukar rupiah yang didukung oleh meningkatnya angka neraca perdagangan serta penurunan imbal hasil dari US Treasury," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News