Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), ada 16 saham yang memiliki kapitalisasi pasar jumbo atau naik dari akhir tahun lalu sejumlah 13 saham. Bahkan, melihat data akhir Agustus 2022, market cap saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menembus Rp 1.000 triliun.
Di posisi kedua ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan market cap senilai Rp 651,18 triliun, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 451,72 triliun, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) senilai Rp 408,87 triliun.
Saham-saham yang mencatatkan market cap di atas Rp 100 triliun juga ada PT Astra International Tbk (ASII), PT Bayan Resources (BYAN), PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT United Tractors Tbk (UNTR), dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Baca Juga: Pesona Saham-saham Big Cap Tak Kunjung Pudar, Apa Rekomendasi Analis?
Lalu, ada juga saham PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).
Jika melihat data akhir tahun 2021, saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) sempat masuk geng big cap dengan total market cap Rp 104,82 triliun dan saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan nilai Rp 101,46 miliar. Namun, sekarang kedua saham tersebut tak masuk dalam jajaran saham kapitalisasi pasar jumbo.
Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo mengungkapkan, nilai kapitalisasi pasar saham ICBP terpangkas sejalan dengan koreksi kinerja pada paruh pertama tahun ini.
Baca Juga: Harga Saham BUMI Melesat & Nilai Transaksi Lewati BBCA, Saatnya Jual Atau Beli?
ICBP membukukan penurunan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sekitar 40% menjadi Rp 1,93 triliun di semester I-2022. "DCII kenaikannya sudah terlalu tinggi sehingga secara valuasi sudah overprice," katanya pada Kontan, Senin (5/9).
Analis Kanaka Hita Solvera Raditya Krisna Pradana menambahkan, perubahan market cap sangat bergantung dari optimisme para investor sehingga bisa bergerak dinamis. Misalnya saja sektor teknologi yang tahun lalu menjadi primadona telah bergeser ke sektor komoditas seiring lonjakan harga batubara.
Selain itu, Radit sepakat bahwa penyebab utama penurunan market cap ICBP adalah laba bersihnya tergerus karena rugi selisih kurs.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News