Reporter: Michelle Clysia Sabandar | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data Amerika Serikat (AS) sepertinya sudah mulai mengendalikan pergerakan harga minyak mentah. Naiknya angka persediaan minyak AS sebesar 5,6 juta barel menjadi sentimen negatif yang menekan harga minyak.
Mengutip Bloomberg hari ini (1/8) pukul 21.05 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September 2018 di New York Mercantile Exchange turun 1,50% ke US$ 67,73 per barel.
Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar masih tidak mengubah pandangannya terhadap harga minyak. "Saya melihat harga minyak masih akan bearish," kata Deddy.
Persediaan minyak AS yang naik hingga 5,6 juta barel di luar dugaan. Karena pada awalnya, persediaan minyak AS diprediksi hanya akan naik 2,6 juta barel.
Kenaikan ini justru menekan harga minyak setelah sempat menyentuh level Us$ 70,00 per barel pada perdagangan Senin (30/7). Deddy melihat, pergerakan minyak dipengaruhi oleh data dari AS. Ekonomi AS di kuartal kedua tumbuh 4,1%.
Presiden AS Donald Trump kembali memanaskan perdagangan global dengan mengatakan ingin menambahkan tarif impor menjadi 25%. Hal ini tentu saja akan kembali menyeret pergerakan minyak.
Deddy mengatakan, OPEC sedang bingung dengan kondisi harga minyak saat ini. "OPEC belum tahu akan menggunakan kebijakan apa untuk bisa menjaga harga minyak," imbuhnya.
Secara teknikal, harga minyak masih akan melemah dan bergulir di bawah MA 50 namun masih berada diatas MA 100 dan MA 200 menandakan penurunan saat ini masih dalam jangka pendek. MACD berada di area negatif cenderung masih akan melemah. Indikator Stocashtic masih di area 38 dan RSI di area 43 masih mengindikasikan pelemahan.
Deddy memperkirakan, harga minyak akan turun dengan rentang harga untuk besok di kisaran US$ 67,40-US$ 68,70 per barel. Dia memperkirakan, harga minyak akan berada di kisaran US$ 66,60-US$ 69 per barel dalam sepekan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News