Reporter: Michelle Clysia Sabandar | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kembali tertekan setelah sempat menyentuh level US$ 70,13 per barel. Penambahan produksi oleh Amerika Serikat (AS), OPEC serta Rusia dianggap sebagai sentimen negatif yang mempengaruhi harga minyak tertekan.
Mengutip Bloomberg hingga pukul 18.37 WIB, harga minyak mentah west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman September 2018 di New York Mercantile Exchange turun 1,10% ke level US$ 68 per barel. Selama sepekan, harga minyak melemah 1,87%.
Analis Global Kapital Investama Nizar Hilmi mengatakan, pelemahan harga minyak disebabkan adanya data AS yang menunjukan cadangan minyak bertambah 5,6 juta barel minggu lalu. "AS menambahkan produksi dan OPEC juga melakukan hal yang sama. Tidak heran harga minyak tertekan," kata Nizar.
Menurut data American Petroleum Institute (API) terbaru, persediaan minyak mentah AS naik 5,6 juta barel pekan lalu. Kenaikan ini direspons pasar dengan pelemahan harga minyak. Namun saat ini, pasar memang masih menunggu data yang pasti mengenai pasokan minyak oleh Energy Information Administration (EIA).
Selain itu, penurunan harga minyak saat ini juga dipicu oleh kabar bahwa Presiden AS Donald Trump mengatakan membuka pintu untuk bertemu dengan Presiden Iran Hassan Rouhani untuk membahas kembali permasalahan perjanjian nuklir di tahun 2015.
Trump meyakinkan tidak akan ada syarat yang harus dipenuhi untuk bertemu dirinya. Trump mengungkapkan hal ini Senin (30/7) lalu. Kemungkinan ada sinyal yang mengatakan Trump akan mengangkat sanksi terhadap Iran, jika Iran mau mengubah sikap terhadap AS.
Menurut Nizar, sebenarnya masih banyak sentimen yang mempengaruhi pergerakan harga minyak. Namun hanya alasan penambahan produksi yang paling memberatkan harga minyak. Karena semakin banyak minyak yang diproduksi, maka harga akan semakin tertekan
Sekadar tahu saja, harga minyak yang sempat kembali menyentuh US$ 70 per barel di awal pekan ini. Pertumbuhan ekonomi AS 4,1% pada kuartal kedua 2018 ini, ditopang laju belanja dan ekspor komoditas pangan ke China menjadi sentimen positif yang mengangkat harga minyak.
Secara teknikal, Nizar melihat harga minya masih berada di bawah MA 10 25 yang memberikan sinyal bearish. MACD sudah berada di area negatif dan memberikan sinyal bearish. Indikator stochastic naik ke level 37 sedangkan RSI turun menjadi 43 dan kedua indikator ini masih menunjukan bearish.
Nizar merekomendasikan sell untuk minyak dengan perkiraan harga minya besok akan berada di antara US$ 66,50-US$ 68,50 per barel. Sepekan ia memproyeksikan harga minyak akan berada di US$ 65-US$ 70 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News